Share

Semoga Tuhan Bersama Kita

Arpan Rachman , Okezone · Senin 21 Juli 2014 11:58 WIB
https: img.okezone.com content 2014 07 21 59 1015651 7e7o7A0OC1.jpg
A A A

PEMIMPIN yang Anda elu-elukan bisa-bisa menjadi penyakit sejarah bagi kami. Contohnya, omong kosong pada 9 Juli silam.

 

Baru saja kami memberi hak suara dalam Pemilihan Umum. Selesai mencoblos – karena sedang libur dan puasa – banyak orang pulang dengan tenang ke rumah, lalu menonton televisi.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

 

Tiba-tiba saja Indonesia Raya berkumandang. Lagu kebangsaan yang sakral itu diperdengarkan bagi segenap pemirsa melalui sebuah saluran yang semula dipercayakan publik kepada pihak swasta. Apa boleh buat, kepercayaan telah diselewengkan.

 

Di televisi itu, tampil seorang perempuan tua. Bibirnya bergetar saat mengumumkan calon presidennya menang. Padahal satu suara pun belum dihitung oleh Komisi Pemilihan Umum! Pengumuman yang – menurut hemat kami – sungguh tidak etis dan kelak dapat memicu konflik.

 

Bila keonaran benar-benar terjadi, niscaya dia yang diingat pertama kali sebagai biang keladi dan pasti dinistakan bagai sampah. Ia sempat membubuhi aksi mencucurkan air mata sandiwara, barangkali niatnya memang bermaksud menyulut kegelisahan umum.

 

Maka, atas nama pahlawan dan pejuang yang telah gugur demi membela bangsa ini, yang darah pengorbanan mereka terus abadi mengaliri nadi-nadi kita dengan berkat kemerdekaan yang berdaulat demi menentukan nasib kita sendiri kini dan di masa depan, tak ada yang bisa dikatakan untuknya kecuali: seorang pengkhianat boleh saja lahir di istana. Tapi takdir di kemudian hari niscaya membuatnya dikenang takkan lebih dari sisa sebuah kotoran dalam comberan.

 

Lima tahun – tidak lebih, namun bisa kurang – kita mungkin akan mengusung tinggi-tinggi tandu sejarah di atas kepala. Di atas tandu itu kita mengusung penyakit menular terparah yang pernah diderita bangsa besar ini. Kalau bisa, kita tentu membuangnya jauh-jauh dari hadapan mata.

 

Jika besok, dua orang berpasangan yang sering menceploskan kata-kata sulit dimengerti (dari mulut mereka banyak lisan terhambur penuh racun kerancuan dan sebagian besarnya tidak bisa kita pahami dengan baik sebagai bahasa Indonesia yang baik dan benar dan lengkap) – dipastikan terpilih menjadi Presiden-Wakil Presiden, entah apa yang akan terjadi.

 

Kita bisa celaka 13. Kebanyakan warga negeri ini akan makin miskin ditekan pengaruh asing dan penjajahan baru mengedepankan kepentingan para penjilat dari segelintir borjuis tanpa tanda nasionalis.

 

Tapi, kalau tidak, berarti 250 juta jiwa di dalam kawasan lebih 17 ribu pulau ini akan  menikmati rasa bahagia diliputi kemenangan sejati. Kita orang-orang yang tidak butuh mulut untuk menyakiti hati.

 

Semoga Tuhan melindungi kita.

(mbs)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini