Share

Pengorbanan Hidup dengan Segala Keterbatasan Hadir dalam Malaikat Kecil

Raynaldi Wahyu, Okezone · Sabtu 10 Oktober 2015 21:08 WIB
https: img.okezone.com content 2015 10 10 206 1229757 pengorbanan-hidup-dengan-segala-keterbatasan-hadir-dalam-malaikat-kecil-C0D0dxbiFh.jpg Poster Film Malaikat Kecil (Foto: Ist)
A A A
Perfilman Indonesia kembali menyuguhkan film yang menarik dan menyentuh hati para penonton setia layar lebar. Kali ini lewat film Malaikat Kecil garapan Atlantis Pictures yang bercerita tentang sebuah keluarga kecil yang hijrah dari Jawa ke Jakarta dan tinggal di sebuah kontrakan petak seadanya.
 
Film yang akan tayang 8 Oktober mendatang ini diperankan Dwi Sasono, Tika Bravani, Cok Simbara, Nella Regar, Dina Mariana, Sion Gideon, dan Mudji Masaid. Sedangkan Richyana bertindak sebagai sutradara, dan penulis naskah Indra Gunawan, serta Arri Wahyu Edimar selaku Produser. Berikut sinopsis film Malaikat Kecil.
 
Dwi Sasono (Budiman) adalah seorang pengidap autis yang memiliki seorang istri bernama Siti yang diperankan oleh Tika Bravani yang juga bekerja sebagai buruh cuci tetangganya. Siti adalah sosok ibu yang sangat sabar dan begitu mengayomi kedua anaknya.
 
Dalam kesehariannya, Budi hanya bekerja menjajakan ikan hias keliling dengan sepeda onthelnya yang ia bawa dari Jawa. Dengan penghasilan seadanya, ia pun terpaksa menunggak bayaran kontrakan yang dihuni bersama istri dan kedua anaknya.
 
Untuk menjajakan ikan hias yang dijualnya, Budi harus rela mendapat banyak cobaan, seperti diusir oleh penjual ikan lainnya bahkan tertabrak mobil yang ditumpangi oleh Cok Simbara. Alur cerita ini cukup menyayat hati penonton dan menjadi renungan tersendiri akan makna kehidupan.
 
Budi juga sempat mangkal di sekolah anak perempuannya yang bernama Riska. Merasa malu karena memiliki ayah autis, Riska pun kesal dan menangis karena ejekan teman yang mengatakan jika ayahnya adalah penjual ikan yang aneh.
 
Tak terima, Riska langsung berlari pulang sambil berkucuran air mata. Sang ibu, Siti yang penyayang berusaha memberikan pengertian kepadanya bahwa betapa besarnya kasih sayang dan pengorbanan yang dilakukan oleh ayahnya, Budi. Riska pun akhirnya memahami kondisi sang ayahnya itu.
 
Pernikahan antara Budi dan Siti berawal dari pelecehan yang dialami oleh Siti saat di kampung halamannya, Jawa, yang ingin diperkosa oleh tiga pria remaja di sawah. Budi yang sedang mencari ikan disekitar tempat kejadian itu pun sontak berusaha menghindari terjadinya perkosaan.
 
Meski memang sejak kecil ia mengidap autis, Budi rela dipukuli oleh para remaja yang ingin memperkosa Siti, agar Siti bisa meloloskan diri. Dan dari kejadian itu pula, Siti bersumpah akan mengabdi kepada siapapun yang menolongnya dari perkosaan.
 
Mengambil latar waktu saat bulan Ramadhan, keluarga Budi harus rela berbuka puasa dan sahur dengan makanan seadanya, yaitu dengan tahu tempe dan air putih, sekalinya mewah, lauk yang disantap mereka hanyalah telur dan kolak yang didapat dari masjid.
 
Lanjut cerita konflik pun pecah saat Budi kabur dan tak ada kabar untuk mencari pekerjaan demi membayar kontrakan yang selalu nunggak setiap bulannya dan pengobatan rumah sakit anak lelakinya bernama Ian yang mengalami sakit DBD (demam berdarah).
 
Sempat ditolak beberapa kali karena keterbatasannya, Budi akhirnya keterima kerja menjadi kuli bangunan sebuah proyek untuk waktu beberapa hari. Selesainya ia menjadi kuli bangunan, Budi pun mendapat bayaran dari hasil kerjanya itu untuk membayar kontrakan dan pengobatan anak laki-lakinya. Serta janjinya untuk membelikan baju pink dan jilbab bermotif bunga juga baju bergambar ikan untuk anaknya.
 
Namun saat tengah menghampiri keluarganya di rumah sakit tempat Ian dirawat, tanpa diduga ternyata keluarganya sudah menghilang entah kemana.
 
Budi pun tak tinggal diam dan mencari keberadaan keluarga kecilnya itu dengan mengayuh sepeda onthelnya dan ikatan kantong plastik berisi upah kerja menjadi kuli bangunan. Namun saking paniknya, ia tak sadar jika kantong plastik berharganya itu jatuh di tengah jalan. Budi menangis kesal terpuruk dengan keadaannya.
 
Konflik semakin memuncak dan membuat penonton yang menyaksikan film ini semakin iba dan luluh dengan nasib yang dialami Budi. Bagaimana tidak, Budi berniat untuk bunuh diri dengan terjun dari jembatan ke lintasan rel kereta dengan kecepatan kereta sangat tinggi.
 
Namun ia mengurungkan niatnya karena melihat ibu-ibu paruh baya menyerupai almarhum ibundanya yang ingin menyebrang jalan. Teringat ibunda tercinta yang selalu memberi pesan kepadanya sejak kecil, Budi sontak membantu ibu-ibu tuna netra berprofesi tukang pijat tersebut.
 
Setelah diantarkan menyebrang jalan, ibu paruh baya yang berjalan di lintasan rel itu tiba-tiba menghilang, Budi kaget dan tak habis pikir. Namun sebelumnya nenek itu sempat mengatakan jika Budi adalah suami yang baik dan sangat menyayangi keluarganya. Nenek itu juga berpesan agar Budi tetap menjadi pribadi seperti itu.
 
Tak habis-habisnya, konflik kembali terjadi, alur film ini memang membuat penontonnya penasaran dan miris dengan keadaan Budi. Setelah kembali ke tempat sebelumnya dimana ia menaruh sepeda ontelnya, ternyata sepedanya sudah hilang entah kemana.
 
Bahkan yang sedihnya lagi dan menyayat hati, Budi harus merasakan salat Idul Fitri seorang diri tanpa keluarga tercintanya. Ternyata tanpa disengaja istri (Tika Bravani) dan kedua anaknya menghampirinya usai salat dengan isak tangis dan suasana haru.
 
Menepati janji, Budi pun memberi jilbab pink bunga-bunga untuk anak perempuannya dan baju bergambar ikan untuk anak lelakinya, Ian sebagai hadiah Lebaran dan berpuasa satu bulan penuh.
 
Lalu bagaimanakah akhir dari kisahnya? Ya, film Malaikat Kecil yang berdurasi 90 menit ini sangat membuat bulu kuduk siapapun yang menyaksikannya merinding akan kisah pengidap autis yang berjuang mati-matian di Ibu Kota, Jakarta.
 
Banyak pesan yang disampaikan dari film ini, diantaranya adalah walaupun dengan keterbatasan yang kita miliki, impian dan kebahagiaan dapat terwujud asalkan dengan pengorbanan dan niat yang tulus.
 
Selain itu, orang yang hidup dalam kemewahan harus bisa mensyukuri nikmat yang diberikan, dan memandang kebawah, karena masih banyak orang di luar sana yang hanya hidup dalam keterbatasan, bahkan untuk membeli sebuah baju lebaran membutuhkan jerih payah ekstra.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

(edi)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini