Kemunculan virus Corona yang kini menjadi pandemi global masih menjadi misteri. Baik peneliti maupun ilmuwan belum menemukan secara pasti sumber virus muncul.
Alhasil timbul banyak dugaan atau teori konspirasi mengenai kemunculan virus corona. Seperti diketahui, Iran dan China sebagai negara yang termasuk paling terdampak, menuding Amerika Serikat menciptakan virus corona sebagai senjata biologis, tetapi benarkah?
Sebelum kamu mempercayainya, penelitian terbaru jurnal Nature Medicine yang menganalisis susunan genetik virus corona menyebutkan tidak ada bukti bahwa COVID-19 adalah buatan manusia atau direkayasa.
(Baca Juga: Trump Salahkan China Atas Pandemi Covid-19)
Peneliti pun membandingkan dengan jenis virus corona lain yang dikenal, termasuk penyebab Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS) 2003 dan Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS) 2012.
Dilansir dari Thesun, salah satu peneliti Dr Kristian Andersen, seorang Profesor Imunologi dan Mikrobiologi di Scripps Research, mengatakan, dengan membandingkan data sekuens genom yang tersedia untuk strain coronavirus ini memperkuat uji penelitian. "Kita dapat dengan tegas menentukan bahwa SARS-CoV-2 berasal melalui proses alami," terangnya.
(Baca Juga: Komandan Garda Revolusi Iran Tuding Covid-19 Senjata Biologis Amerika Serikat)
Sebelumnya, sebuah Jurnal Ilmiah Nature yang diterbitkan 2017 tentang sekelompok ilmuan China membangun laboratorium tingkat keamanan hayati baru 4. Ahli biologi molekuler Richard Ebright dari Rutgers University, Piscataway, mengungkapkan, kekhawatiran akan penyakit infeksi yang tidak disengaja, berulang kali terjadi dengan pekerja laboratorium yang menangani SARS di Beijing.
(Baca Juga: China Klaim Militer AS Bawa Virus Korona ke Wuhan)
Ebright sendiri seorang ilmuan yang memiliki sejarah panjang mengibarkan bendera merah tentang studi dengan patogen berbahaya. Bahkan dirinya pada 2015 mengkritik percobaan modifikasi dibuat untuk virus mirip SARS, yang beredar di kelelawar China, agar bisa melihat apakah berpotensi menyebabkan penyakit pada manusia.
(Baca Juga: 3 Teori Konspirasi di Balik Virus Corona)
Ebright mempertanyakan keakuratan perhitungan Bedford bahwa setidaknya ada 25 tahun jarak evolusi antara RaTG13 dan virus yang disimpan di lembaga virologi Wuhan, yang mulai meneror pada 2019 itu jenis nCoV. Dengan alasan bahwa tingkat mutasi mungkin berbeda, ketika dilewatkan melalui host yang berbeda sebelum manusia.
"Data Virus Corona 2019-nCoV adalah konsisten dengan masuk ke populasi manusia, baik sebagai kecelakaan alami atau kecelakaan laboratorium," tutur Ebright kepada ScienceInsider.
Follow Berita Okezone di Google News