Share
Nyalakan notifikasi untuk berita terbaru dari Okezone

Waspada, COVID-19 Juga Berpotensi Merusak Otak, Bukan Cuma Paru-Paru!

Muhammad Sukardi, Jurnalis · Rabu 22 April 2020 13:01 WIB
https: img.okezone.com content 2020 04 22 620 2203074 waspada-covid-19-juga-berpotensi-merusak-otak-bukan-cuma-paru-paru-9VO7tQeZz9.jpg Virus Corona Dapat Menyerang Otak (Foto: Thailandmedicalnews)
A A A

Virus Corona Covid-19 selalu dikaitkan dengan masalah pernapasan. Tak heran, hasil rontgen paru-paru menjadi salah satu indikator awal keberadaan infeksi penyakit mematikan ini.

Gejala penyakit ini pun semakin meluas. Jika selama ini Anda hanya mengenal gejala Covid-19 antara lain: sesak napas, demam hingga 38 derajat celsius, lesu, dan batuk, ternyata masih ada indikator lain. Beberapa data menjelaskan, penyakit yang disebabkan virusa SARS-CoV2 itu juga dapat dikenali dari kulit kemerahan dan gatal-gatal.

Seperti yang dijelaskan dermatologis dari organisasi French National Union of Dermatologists-Venereologist (SNDV), dalam laporan Le Figaro tertulis, manifestasi kulit termasuk pseudo-frostbite, gatal-gatal dan kulit kemerahan yang persisten dikaitkan dengan COVID-19.

"Analisis dari banyak kasus yang dilaporkan ke SNDV menunjukkan bahwa manifestasi ini dapat dikaitkan dengan COVID-19," kata juru bicara SNDV. "Kami memperingatkan masyarakat dan profesi medis untuk mendeteksi pasien yang berpotensi menularkan virus ini secepat mungkin," lanjutnya.

SNDV pun mengimbau masyarakat yang mungkin tak memiliki gejala umum COVID-19 tetapi mulai mengalami masalah kulit. "Jika Anda mengalami masalah kulit apa pun, jangan ragu untuk menghubungi dokter. Bukan hanya karena kemungkinan itu adalah COVID-19, tetapi karena semua masalah dermatologis perlu diobati terlepas dari kondisi medis lainnya," saran mereka.

Terlepas dari gejala yang semakin meluas, dampak buruk COVID-19 ke tubuh manusia pun semakin kompleks. Ya, penyakit mematikan ini tak hanya menyerang paru-paru, tetapi juga berpotensi merusak otak. Hal tersebut diterangkan dalam laporan Japan Times belum lama ini.

Menurut sebuah penelitian, ditemukan sebuah pola baru di rumah sakit New York. Pasien COVID-19 tak hanya mengeluhkan batuk dan sesak napas, mereka juga merasa bingung, hingga tidak tahu mereka sedang berada di mana atau tahun berapa sekarang ini.

Kondisi ini bisa terjadi akibat kadar oksigen yang sangat rendah di dalam tubuh seseorang. Tetapi, apa yang terjadi pada pasien COVID-19 sebetulnya masih perlu dikaji lebih jauh, karena virus ini masih erat kaitannya dengan masalah paru-paru.

Jumlah korban positif corona

(Baca Juga : Hoaks Virus Corona COVID-19 yang Tersebar di WhatsApp Group)

Jennifer Frontera, seorang ahli saraf dari NYU Langone Brooklyn Hospital melihat pasien-pasien dengan gangguan saraf dan otak seperti ini membuat kakhawatiran baru pada pasien COVID-19 yang tengah dirawat di rumah sakit.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of American Medical Association pekan lalu, mengungkap fakta: ditemukan 36,4 persen dari 214 pasien COVID-19 di China memiliki gejala neurologis mulai dari kehilangan kemampuan mencium bau, nyeri saraf, kejang, hingga stroke.

Lebih lanjut, studi New England Journal of Medicine memeriksa 58 pasien COVID-19 di Strasbourg, Perancis, dan setengahnya didapati mengalami masalah kebingungan atau gelisah, dengan pencitraan otak menunjukkan adanya peradangan.

(Baca Juga : Kisah Mualaf, Pegulat MMA Dapat Hidayah di Tengah Pandemi Corona)

"Kita semua tahu bahwa COVID-19 adalah masalah infeksi pernapasan, tetapi ternyata penyakit ini juga menyerang dan merusak organ otak," ujar S. Andrew Josephson, ketua departemen neurologi di University of California, San Francisco.

Maka, dia mengingatkan bila suatu saat, selain mengalami batuk dan sesak napas Anda juga mengalami bingung atau masalah dalam berpikir, segera cari pertolongan medis. "Himbauan agar warga jangan datang ke rumah sakit kecuali Anda tak bisa bernapas, mungkin tak berlaku lagi sekarang," tegasnya.

Fakta ini sudah diprediksi sebelumnya

Lebih jauh, para ilmuwan ternyata sudah memprediksi hal ini bakal terjadi. Ya, virus SARS-CoV2 dapat memengaruhi kestabilan otak dan sistem saraf. Hal ini sejalan dengan kasus AIDS yang mana virus HIV (keluarga virus corona) dapat menyebabkan penurunan kognitif jika tidak diobati.

(Baca Juga : Viral di Medsos, Bayi Laki-Laki Terlahir Tanpa Penis)

Seorang ahli saraf di Mayo Clinic di Minnesota, Michel Toledano, virus Corona mengganggu kerja otak dengan cara ini. Salah satunya adalah dengan memicu respons imun abnormal yang dikenal sebagai badai sitokin yang menyebabkan peradangan otak atau yang disebut autoimun ensefalitis.

Follow Berita Okezone di Google News

Sementara itu, efek kedua adalah menginfeksi langsung pada otak yang disebut dengan istilah ensefalitis virus. Lantas, bagaimana hal ini bisa terjadi?

Otak dilindungi oleh suatu zat, disebut pelindung darah-otak yang bertugas menghalangi zat asing, tetapi bisa 'kebobolan' jika ada hal yang dapat dikompromikan. Nah, karena masalah penciuman menjadi fakta terbaru gejala COVID-19, beberapa ahli pun berpendapat bahwa hidung merupakan jalan masuk virus ini menuju otak.

Teori ini masih terus dicari tahu kebenarannya, terlebih pasien COVID-19 banyak juga yang mengidap anosmia, bukan mengalami masalah neurologis yang parah.

(Baca Juga: Bukan Cuma Corona COVID-19, 5 Pandemi Ini pun Hebohkan Dunia)

Namun, meski begitu para ahli telah menemukan fakta bahwa pasien COVID-19 dapat mengalami masalah sistem saraf atau otak dampak dari respons imun yang terlalu aktif daripada invasi otak. Untuk membuktikan hal ini, virus harus dideteksi dalam cairan serebrospinal.

Ini telah dibuktikan pada pasien COVID-19 asal Jepang berusia 24 tahun. Penelitian terhadap pasien ini sudah diterbitkan dalam International Journal of Infectious Disease.

Jadi, pasien asal Jepang itu mengalami gejala berupa kebingungan dan kejang, dalam hasil pencitraan otak, terdapat tanda peradangan di sana. Hal ini masih merupakan satu-satunya kasus yang diteliti hingga sekarang. Maka, hasilnya pun belum dapat digeneralisasi oleh para ahli. Intinya, harus dilakukan penelitian lebih lanjut.

(Baca Juga: Peneliti Ungkap Darah Unta Bisa Lawan Virus Corona)

Frontera, seorang profesor di NYU School of Medicine, memiliki ketertarikan lebih pada kasus COVID-19 yang tak wajar. Timnya pernah mendokumentasikan kasus 'aneh' pasien COVID-19 yang tidak memiliki riwayat apa-apa tetapi setelah berjalannya waktu muncul pola 'unik' yaitu pendarahan otak kecil.

"Kasus ini terjadi pada pasien berusia 50 tahun. Ia memiliki semacam bercak putih (kerusakan) dalam citra otaknya, bagian ini berfungsi menghubungkan sel-sel otak satu sama lain," ungkap Frontera. Dengan adanya tanda tersebut, tidak heran kemudian pasien ini dikatakan mengalami masalah kerusakan otak yang cukup parah.

1
2

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini