JAKARTA - Dewan Perwakilan Raykat (DPR) menyoroti besarnya utang pemerintah. Hingga Mei 2020, pemerintah sudah menambah utang hingga Rp360,7 triliun.
Meski demikian, Bank Indonesia menilai struktur utang luar negeri tersebut masih tetap sehat. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga terus memastikan agar rasio utang Indonesia tetap berada di posisi aman.
Okezone pun merangkum fakta-fakta terkait utang luar negeri pemerintah dan cara kelolanya seperti apa, Minggu (21/6/2020):
1. Utang Luar Negeri Tembus USD400,2 Miliar
Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir April 2020 sebesar USD400,2 miliar atau setara Rp5.602 triliun (kurs Rp14.000 per USD).
ULN terdiri dari ULN sektor publik (Pemerintah dan bank sentral) sebesar USD192,4 miliar dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar USD207,8 miliar.
ULN Indonesia tersebut tumbuh 2,9% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada Maret 2020 sebesar 0,6% (yoy). Hal itu disebabkan oleh peningkatan ULN publik ditengah perlambatan pertumbuhan ULN swasta.
2. Penggunaan ULN untuk Covid
Pengelolaan ULN Pemerintah dilakukan secara hati-hati dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas yang saat ini dititikberatkan pada upaya penanganan wabah COVID-19 dan stimulus ekonomi. Sektor prioritas tersebut mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (23,3% dari total ULN Pemerintah), sektor konstruksi (16,4%), sektor jasa pendidikan (16,2%), sektor jasa keuangan dan asuransi (12,8%), dan sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (11,6%).
Tren perlambatan ULN swasta masih berlanjut. ULN swasta pada akhir April 2020 tumbuh sebesar 4,2% (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 4,7% (yoy).
3. DPR Soroti ULN Pemerintah
Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI Amir Uskara mengatakan, pada bulan April lalu saja, utang pemerintah masih tumbuh positif di angka 1,6%. Sementara untuk utang swasta justru secara tahunan tumbuh negatif -4,2%.
"Pertumbuhan Utang Luar Negeri (ULN) pemerintah perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah," ujarnya.
Menurut Amir, risiko utang ini berkaitan juga pada fluktuasi nilai tukar Rupiah. Sebab, pada awal penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) nilai tukar Rupiah melemah meskipun saat ini sudah kembali menguat.
Follow Berita Okezone di Google News