Share
Nyalakan notifikasi untuk berita terbaru dari Okezone

Studi: Konsumsi Aspirin Dosis Rendah Bisa Cegah Bayi Lahir Prematur

Muhammad Sukardi, Jurnalis · Rabu 11 November 2020 13:31 WIB
https: img.okezone.com content 2020 11 11 620 2307844 studi-konsumsi-aspirin-dosis-rendah-bisa-cegah-bayi-lahir-prematur-Tzq2r7uHdp.jpg Ilustrasi (Foto : Timesofindia)
A A A

Apa yang dialami Zaskia Gotik bisa menjadi pembelajaran kita semua. Ya, bayi lahir prematur sejatinya bisa dicegah.

Menurut Health Line, ada beberapa kebiasaan yang bisa mencegah seorang ibu melahirkan bayi prematur. Misalnya saja dengan mengonsumsi makanan sehat sebelum pun selama kehamilan.

Kemudian, pastikan asupan minum air putih ibu hamil tercukupi selama masa kehamilan. Berhenti atau jauhkan ibu hamil dari merokok, minum alkohol, maupun mengonsumsi obat-obatan terlarang. Disarankan juga untuk ibu hamil untuk mengonsumsi aspirin dimulai sejak trimester pertama kehamilan.

Ibu Hamil

Ya, mengonsumsi aspirin dengan dosis rendah ternyata bisa mencegah ibu lahir bayi prematur. Hal ini pun dibenarkan dalam studi yang dipimpin oleh Dr Matthew K. Hoffman dari ChristianaCare dan didanai NIH's Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human Development (NICHD).

Dalam penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa mengonsumsi aspirin dosis rendah setiap hari dapat mencegah kelahiran prematur dan preeklamsia atau gangguan tekanan darah yang berpotensi mengancam jiwa selama kehamilan atau segera setelah melahirkan. Namun, penelitian ini dinilai tidak cukup besar untuk membuktikan keefektifan aspirin.

Baca Juga : 5 Transformasi Gisel dari Gadis Polos hingga Jadi Hot Mom

Karena itu, penelitian terbaru dilakukan secara multi-negara untuk menguji apakah mengonsumsi aspirin dosis rendah setiap hari, dimulai sejak awal kehamilan, akan mengurangi kelahiran prematur pada ibu yang baru pertama kali hamil.

Lantas, apa yang dilakukan studi ini?

Peneliti mengumpulkan sekitar 12.000 perempuan di India, Pakistan, Zambia, Republik Demokratik, Kongo, Guatemala, dan Kenya. Para ibu pertama kali hamil itu usianya berkisar dari 14 sampai 40 tahun.

Mereka kemudian secara acak ditugaskan untuk mengonsumsi aspirin dosis rendah (81 mg) setiap hari dan ada yang mengonsmsi plasebo yang tampak serupa. Para peserta, staf peneliti, dan penyedia layanan kesehatan tidak mengetahui peserta mana yang mengonsumsi aspirin, mana yang mengonsumsi plasebo.

Perawatan dilakukan selama trimester pertama, pada minggu keenam kehamilan, dan berlanjut hingga akhir minggu ke-36 kehamilan atau sampai melahirkan. Pengiriman data yang dilakukan pada 20 minggu atau lebih dimasukkan dalam hasil.

Follow Berita Okezone di Google News

Bagaimana hasilnya?

Tim peneliti menemukan bahwa perempuan yang mengonsumsi aspirin dosis rendah setiap hari 11 persen lebih kecil kemungkinannya untuk melahirkan prematur (kurang dari 37 minggu). Kelahiran prematur terjadi pada 11,6 persen wanita yang mengonsumsi aspirin dibandingakn dengan 13,1 wanita yang mengonsumso plasebo.

Mengonsumsi aspirin dosis rendah juga mengurangi risiko kelahiran prematur dini (melahirkan di bawah 34 minggu) sebesar 25 persen. Kelahiran prematur dini tersebut terjadi pada 3,3 persen kelompok pengonsumsi aspirin dan 4 persen pada kelompok plasebo.

Ibu Hamil

Peneliti juga menemukan fakta bahwa terapi aspirin menurunkan kematian prenatal atau lahir mati atau kematian bayi baru lahir pada minggu pertama usai dilahirkan. Angkanya 45,7 per 1.000 kasus pada kelompok mengonsumsi aspirin, dan 53,6 per 1.000 kelahiran dengan plasebo.

Para peneliti tidak menemukan perbedaan tingkat preeklamsia atau gangguan tekanan darah lainnya antara kedua kelompok.

"Hasil kami menunjukkan bahwa terapi aspirin dosis rendah pada awal kehamilan dapat memberikan cara mudah dan murah untuk menurunkan angka kelahiran prematur pada ibu yang pertama kali melahirkan," kata penulis studi Dr Marion Koso-Thomas dari NICHD.

Terapi aspirin juga dapat bermanfaat untuk berbagai kelompok wanita hamil dalam berbagai pengaturan klinis. Biayanya yang rendah dan keamanannya yang terbukti, menunjukkan bahwa obat ini dapat segera diadopsi di seluruh dunia, terutama di negara-negara dengan sumber daya medis langka.

1
2

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini