Share
Nyalakan notifikasi untuk berita terbaru dari Okezone

Penyesuaian Tarif Penyeberangan Dinilai Tak Berdasar, Ini Alasannya

Shelma Rachmahyanti, Jurnalis · Jum'at 11 November 2022 15:58 WIB
https: img.okezone.com content 2022 11 11 620 2705657 penyesuaian-tarif-penyeberangan-dinilai-tak-berdasar-ini-alasannya-vYWbl7bjTD.jpg Tarif Angkutan Penyeberangan Naik (Foto: Okezone)
A A A

JAKARTA - Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menyatakan keputusan pemerintah menaikkan tarif penyeberangan sebesar 11% realistis. Bahkan, kenaikan tarif tersebut dengan mempertimbangkan biaya logistik dan transportasi.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap), Khoiri Soetomo mengatakan keputusan pemerintah tersebut tidak berdasar pada perhitungan yang benar, sebagaimana yang diajukan operator angkutan penyeberangan dan telah disetujui atas dasar perhitungan dan analisa yang dilakukan Kemenhub beserta Gapasdap dengan melibatkan stakeholder.

Mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan PM Nomor 66 tahun 2019, formulasi perhitungan tarif angkutan penyeberangan terdiri dari kepelabuhanan PT ASDP, perwakilan konsumen YLKI, asuransi Jasa Raharja dan bahkan juga melibatkan Kemenko Marves.

Saat itu perhitungan tarif masih kurang 35,4% dari HPP operasional kapal penyeberangan, kekurangan tarif tersebut jauh sebelum adanya kenaikan BBM subsidi dari pemerintah sebesar 32%.

Dikatakan Khoiri, Bila Menhub hanya menaikkan 11% di KM 184/2022, maka kenaikan tersebut tidak berdasarkan pada PM 66/2019, karena perhitungannya tidak melibatkan stakeholder tarif sesuai dengan peraturan menteri tersebut, sehingga KM 184/2022 dianggap melanggar perundang-undangan.

Khoiri mempertanyakan pernyataan Menteri Perhubungan yang mengatakan kenaikan tarif sebesar 35,4% akan mengakibatkan dampak kenaikan inflasi yang tinggi, pernyataan ini tidak berdasarkan analisa dan perhitungan yang benar.

Follow Berita Okezone di Google News

"Kami Gapasdap siap dipertemukan Kemenhub, Pengamat Kebijakan Publik, Perwakilan Masyarakat YLKI dan Badan Kebijakan Transportasi Balitbang Kemenhub," kata Khoiri.

Dilanjutkan Khoiri, pengaruh kenaikan tarif angkutan penyeberangan 35,4% dampak kenaikan tersebut terhadap harga komoditas hanya sebesar 0,11%. Sebagai contoh truk pengangkut beras seberat 30 ton yang menyeberang di lintas Merak-Bakauheni tarifnya sebesar Rp974.278.

Bila naik sebesar 35,4%, lanjut Khoiri maka biaya menyeberang tersebut akan menjadi Rp1.319.172 sehingga besaran kenaikan adalah Rp344.894 untuk 30 ton beras, dimana harga komoditas beras 30 ton adalah 300 juta rupiah bila perkilonya sebesar 10 ribu rupiah.

"Berarti dampak kenaikan terhadap harga komoditas yang diangkut truk tersebut hanya sebesar 0,11% saja atau sebesar Rp. 11,4 per kg nya, maka dampak kenaikan tarif angkutan penyeberangan apabila naik 35,4% tersebut sangat kecil bila dibanding dengan harga komoditas beras awal sebelum menyeberang adalah Rp. 10.000 per kg, sehingga harga beras setelah menyeberang menjadi Rp. 10.014 saja," katanya.

Maka itu tambah Khoiri, tidak ada alasan Menhub tidak bisa menaikkan tarif dengan besaran perhitungan yang sebenarnya, di mana kemenhub ikut terlibat menghitung besarannya.

Karena kenaikan tersebut untuk menjamin standarisasi keselamatan dan standarisasi pelayanan kenyamanan sebagai representatif bentuk tanggung jawab Menteri Perhubungan terhadap keselamatan dan kenyamanan transportasi laut sesuai dengan UU Pelayaran Nomor 17/2008.

"Kenapa tarif Angkutan penyeberangan didiskriminasikan bila dibanding dengan angkutan darat lainnya yang mengalami kenaikan, dimana angkutan darat logistik (truk) dibolehkan naik sebesar 25%-45% dan angkutan publik (bus) AKAP kelas ekonomi secara resmi dinaikkan sebesar 33%, dan bahkan angkutan bus AKDP maupun AKAP ada yang menaikkan tarif sebelum ditetapkannya dari Kemenhub sebesar 40%-60% satu hari setelah kenaikan BBM, itupun dibiarkan oleh petugas Kementerian Perhubungan," tanya Khoiri.

Harusnya, kata Khoiri, Menhub memahami jumlah transportasi publik (bus) dan logistik (truk) yang menggunakan angkutan ferry jumlahnya sangat kecil dibandingkan dengan yang tidak mengikuti angkutan ferry.

Misalnya di lintas Merak-Bakauheni yang terpadat dalam satu hari hanya menyeberangkan 5 ribu truk dan bus saja. Sedangkan jumlah angkutan logistik (truk) yang ada di Indonesia ada 6,5 juta unit dan jumlah angkutan publik (bus) ada 200 ribu unit, sehingga total ada 6,7 juta unit.

"Bila dibanding dengan 5 ribu unit kendaraan yang diangkut oleh angkutan penyeberangan tidak lebih dari 0,07% nya dibanding dengan jumlah unit yang beroperasi diluar angkutan penyeberangan. Sehingga dampak kenaikan harga logistik yang tidak menggunakan angkutan ferry jauh lebih besar dan tentunya mengakibatkan inflasi yang jauh lebih tinggi bila dibanding dengan yang menggunakan angkutan ferry. Maka pernyataan Menteri Perhubungan tentang dampak inflasi yang disebabkan oleh kenaikan tarif ferry adalah sangat tinggi terlihat tidak berdasar pada analisa yang benar," uca

1
2

Berita Terkait

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini