Share
Nyalakan notifikasi untuk berita terbaru dari Okezone

Menerka Masa Depan Industri Fashion, Bertahankah di Era Digital?

Muhammad Sukardi, Jurnalis · Sabtu 19 September 2020 12:50 WIB
https: img.okezone.com content 2020 09 19 620 2280409 menerka-masa-depan-industri-fashion-bertahankah-di-era-digital-o0Dp89L4Oc.jpg Ilustrasi. (Foto: Shutterstock)
A A A

Beruntung, sebagian besar dunia sudah terburu-buru memasuki New Normal. Headliner di Milan Digital Fashion Week memiliki lebih banyak keleluasaan untuk tetap menjalankan fashion show dgn mengikuti ketentuan protokol kesehatan, sebut saja Etro dan Dolce & Gabbana. Gucci tidak mengulang kesalahan brand lain dan hadir dengan video lookbook bergaya retro yang fun.

Versace hadir dengan film mokumenter pendek yang unik. Milan otomatis menjadi ibu kota fesyen dengan buzz tertinggi dalam rangkaian Digital Fashion Week.

Meskipun demikian, sepertinya total Earned Media Value (EMV) senilai €10.7 juta (Rp185 miliar) dari digital fashion week di London, Paris, dan Milan tidak cukup untuk menutup koreng finansial besar bagi industri bernilai miliaran Euro ini.

Pasalnya, dalam waktu dekat ini fesyen tidak akan mengambil risiko terlalu besar di ranah digital. Setelah setengah tahun mati suri, Fédération de la Haute Couture et de la Mode memutuskan untuk tetap menghelat pergelaran mode fisik untuk musim pekan mode September depan di Paris.

Pun demikian dengan kota-kota lain di musim depan. Butik-butik pun sudah kembali berlomba-lomba menawarkan pengalaman belanja yang tak hanya luar biasa namun juga aman dalam acuan kesehatan.

Bahkan, Chanel bisa cukup percaya diri untuk membuka butik musiman di lokasi liburan terbaik dunia seperti Capri, walaupun entah berapa banyak juga turis yang sudah melalang buana di era pandemi ini.

digital fashion

Ini boleh jadi hanya kecurigaan, tapi setidaknya merupakan kecurigaan terpelajar. Masalah dari dunia fesyen bukanlah pandemi atau transisi terengah-engah dari revolusi digital itu sendiri. Keduanya adalah pengkonteks yang menunjukkan betapa rapuh dan kagoknya bisnis fesyen itu sendiri di depan pergeseran zaman, terlepas dari gemerlap yang ia tawarkan.

Terserah apakah Maria Grazia Chiuri akan selalu meromantisasi gerakan sosial hingga feminisme—kita sama-sama tahu bahwa karyanya bersama Dior hanya menjual jargon kontribusi sosial kepada kaum yang lebih suka membaca tulisan di kaus dibandingkan buku sebenarnya.

Terlepas dari konten-konten digital yang dicetuskan dari brand-brand besar, ia akan tetap terlihat canggung sebab ia kukuh mempertahankan imej super eksklusifnya.

Padahal, kita juga sama-sama tahu bahwa inti dari konten digital adalah memangkas jarak antara pembuat konten dan audiens yang memang terbatas, bukannya justru menambah jarak tersebut dengan pemilihan konten fesyen totok yang impersonal.

Follow Berita Okezone di Google News

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini