JAKARTA - China kembali meningkatkan produktivitas di sektor industri baja pasca-meredanya pandemi Covid-19. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi pelaku usaha baja lokal dan pemerintah Indonesia dalam menghadapi serbuan baja impor.
Baca Juga: Upaya Krakatau Steel Lawan Serangan Produk Baja Impor
Dampak Covid-19 melanda seluruh dunia khususnya di sector manufaktur. China sebagai negara penghasil baja terbesar dunia pun sempat mengalami penurunan produktivitas. Menurunnya impor baja China ke Indonesia juga tidak terlepas dari upaya pengendalian importasi oleh pemerintah Indonesia.
“Penurunan impor ini diyakini berkontribusi kepada surplus neraca perdagangan Indonesia, namun surplus perlu dipertahankan ke depan dengan menjaga keseimbangan supply demand baja nasional untuk menarik investasi. Yang harus dipastikan dengan rata-rata peningkatan kebutuhan nasional 5% per tahun, pasar mampu memenuhinya dengan prioritas berasal dari industri dalam negeri”, ucap Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Taufiek Bawazier dalam webinar, Jakarta, Rabu (3/3/2021).
Baca Juga: Industri Lokal Merasa Tidak Fair dengan Jumlah dan Cara Impor Baja
Tercatat, periode Januari-April 2020 importasi produk besi dan baja mencapai 2 juta ton atau mengalami penurunan sebesar 14% dibandingkan dengan tahun 2019 (y-o-y). Penurunan berlangsung hingga Juni 2020 seiring turunnya pasar baja Indonesia.
Namun pasca sembuh dari Covid-19, China menunjukan perbaikan ekonomi. Menurut data BPS semester II Juli 2020, terdapat peningkatan angka impor Baja Lapis Aluminium Seng (BjLAS) sejak Juli 2020 dengan titik tertinggi yaitu di Desember 2020 sebesar 166% dibanding bulan sebelumnya.
Follow Berita Okezone di Google News