Share
Nyalakan notifikasi untuk berita terbaru dari Okezone

Skema Power Wheeling di RUU EBT Bisa Ganggu Keuangan Negara

Dani Jumadil Akhir, Jurnalis · Jum'at 04 November 2022 08:03 WIB
https: img.okezone.com content 2022 11 04 620 2700597 skema-power-wheeling-di-ruu-ebt-bisa-ganggu-keuangan-negara-3FN3qayEcp.JPG PLN. (Foto: PLN)
A A A

JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) masih terus digodok. Ada salah satu poin dari RUU EBT ini adalah rencana pembangkit listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) mendapatkan kewenangan menjual listrik sendiri atau biasa disebut power wheeling.

Namun rencana power wheeling ini dinilai merugikan negara.

Selama ini, perusahaan swasta melalui IPP diperbolehkan membangun pembangkit listrik, tetapi menjual seluruh listrik yang dihasilkan kepada PT PLN (Persero) sesuai dengan konsep multi buyer-single seller (MBSS).

 BACA JUGA: Diduga Korsleting Listrik, Rumah Garmen di Penjaringan Ludes Terbakar

Penerapan konsep MBMS diatur dalam pasal 47A, butir 3b RUU EBT tentang power wheeling, yang merupakan mekanisme pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik milik PLN melalui open source.

Menurut Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara, ketentuan tentang konsep MBMS dengan skema power wheeling semula tidak tercantum dalam draft RUU EBT yang dikirim DPR kepada pemerintah pada 29 Juni 2022. Ketentuan tersebut disusupkan dalam Pasal 29 A, Pasal 47 A dan Pasal 60 ayat 5).

"Setelah konsep MBSS, RUU EBT akan menambah kemampuan IPP untuk menjual listrik langsung kepada konsumen dimana pun berada, dengan skema power wheeling," kata Marwan dalam keterangannya, Jakarta, Jumat (4/11/2022).

Dengan skema ini, meski tidak memiliki jaringan transmisi dan distribusi sendiri, pasokan listrik IPP dapat sampai kepada konsumen, di mana saja berada. Sebab, dengan skema power wheeling, IPP diberi kesempatan untuk memanfaatkan sarana yang dimiliki PLN untuk menyalurkan listrik ke konsumen.

Follow Berita Okezone di Google News

Marwan menambahkan, jika skema power wheeling disetujui akan menimbulkan sejumlah kerugian, terutama terjadi pada peningkatan subsidi listrik di APBN dan mahalnya tarif listrik, yakni lebih mahal. Karena PLN wajib membeli listrik yang diproduksi IPP dengan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik harus memperhitungkan seluruh daya yang dibangkitkan, maka kelebihan pasokan atau over supply listrik swasta tersebut telah membuat biaya pokok produksi (BPP) listrik naik ini berujung pada pembayaran tarif yang lebih mahal.

"Kelebihan pasokan listrik jika tidak diterapkan skema power wheeling hanya mencapai 20%, sedangkan jika diterapkan akan meningkat menjadi 50%- 60%," ucapnya.

Marwan menjelaskan, setelah wajib menerima pasokan listrik IPP, PLN harus membeli listrik tersebut dengan harga sesuai skema take or pay (TOP). Dengan TOP, PLN harus membeli listrik IPP lebih lebih besar dari yang dibutuhkan. Hal ini juga dapat menambah beban biaya operasi yang berujung pada kenaikan BPP, tarif listrik dan beban subsidi APBN.

Beban terhadap APBN tersebut akan mengurangi kemampuan untuk melistriki wilayah terpencil yang saat ini belum terjangkau listrik.

"Saat ini yang sangat prioritas dibutuhkan rakyat adalah penurunan tarif listrik akibat over supply pasokan listrik dan skema TOP, bukan skema power wheeling," katanya.

1
2

Berita Terkait

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini