Praktisi ESG dan Dewan Pengurus Institute of Certified Sustainability Practitioners (ICRP), Jalal mengatakan puncak dari implementasi ESG adalah pembiayaan. Jika tidak dapat keputusan pembiayaan, tentu tidak dapat keuntungan, tentunya bukan ESG.
Mengutip S&P Global, menurut Jalal, sektor migas adalah sektor industri dengan paparan risiko ESG tertinggi di antara seluruh sektor. Namun, subsektor kilang dinilai paling rendah risikonya.
“Tingginya risiko ESG sektor migas terutama disebabkan oleh risiko lingkungan dan sosial yang selalu ada di atas rerata industri,” katanya.
Senior Vice President Corporate Finance PT Pertamina (Persero) Bagus Agung Rahadiansyah mengatakan ESG akan menentukan keberlangsungan entitas tersebut. Bukan hanya saat ini untung, tapi 30 tahun kemudian entitas tersebut bubar. “Bagaimana tiga faktor (ESG) ini menjadi terkait dan membentuk sustainaibility,” ujar Bagus.
Bagus mengatakan saat ini investor dan perbankan sangat peduli dengan ESG karena tidak mau diasosiasikan dengan perusahaan yang abai terhadap tiga faktor itu, yakni ESG. Karena itu, ESG di Pertamina merupakan komitmen untuk mencapai nol emisi atau NZE pada 2060.
Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, ESG akan menjadi beban tambahan, namun dalam aspek keberlanjutan sangat bagus.
“Kita perlu aware, ada konsekuensi yang perlu ditanggung kalau kita ingin baik. Hidup sehat itu bagus, tapi perlu ditanggung oleh vitamin yang tentunya perlu biaya cukup besar,” kata Komaidi.
Follow Berita Okezone di Google News
(dni)