JAKARTA - Pengembangan Project S TikTok masih menjadi sorotan karena diduga sebagai langkah untuk mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi sendiri di China.
Langkah TikTok ini sebelumnya sudah dimulai terlebih dahulu di Inggris di mana Tiktok meluncurkan fitur belanja dengan nama Trendy Beat yang menjual barang-barang yang terbukti populer di platformnya.
Pengamat Teknologi Heru Sutadi, mengatakan, project S ini akan mengancam keberlangsungan UMKM di Indonesia.
”Ini yang kita takutkan di mana produk-produk luar negeri dengan mudah dijual dan masuk ke Indonesia. Karena ini tentu akan berdampak negatif bagi UMKM di Indonesia. Jadi memang harus ada perhatian,” jelas Heru, Seni (10/7/2023).
Bila pasar Indonesia diserbu barang impor, justru yang maju adalah negara tempat barang tersebut diproduksi. Sementara Indonesia hanya menjadi pasar dari produk-produk asing tersebut.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, pengaturan soal konten produk impor di e-commerce memang belum ketat, khususnya untuk e-commerce yang menerapkan praktik cross border seperti Shopee dan Lazada hingga yang menerapkan model bisnis social commerce seperti Tiktok shop.
“Masalah di Tiktok ini menunjukkan belum adanya pengaturan dan pengawasan dari pemerintah terkait jual beli menggunakan platform media sosial atau social commerce. Ada loopholes kebijakan seiring dengan naiknya tren belanja di social commerce. Untuk pasar Asia Tenggara gross merchandise value (GMV) Tiktok shop menembus USD4,4 miliar di 2022.” tukas Bhima.
Follow Berita Okezone di Google News