Share
Nyalakan notifikasi untuk berita terbaru dari Okezone

Pro dan Kontra Asimilasi Narapidana di Tengah Wabah Corona

Abu Sahma Pane, Jurnalis · Kamis 16 April 2020 20:43 WIB
https: img.okezone.com content 2020 04 16 620 2200386 pro-dan-kontra-asimilasi-narapidana-di-tengah-wabah-corona-I1q4cs8WJ4.jpg Ilustrasi. Foto: Istimewa
A A A

PHYSICAL Distancing atau jaga jarak 1,5 sampai 2 meter merupakan salah satu cara untuk menghentikan penularan virus corona (COVID-19). Atas dasar itu Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menerapkan asimilasi atau pembebasan bersyarat kepada sekitar 36.000 narapidana (napi) umum.

Keputusan Kemenkumhan itu dinilai memiliki sisi positif-negatif sehingga berpotensi menimbulkan gejolak atau pro dan kontra di ruang publik. Nilai plus asimilasi napi itu adalah bermanfaat mencegah penularan corona di kerumunan orang dalam rumah tahanan (rutan).

Sedangkan nilai minusnya adalah menimbulkan kecemburuan bagi yang tak mendapat asimilasi, serta napi yang bebas berpotensi melakukan tindakan kriminal lagi.

Benar saja, salah satu yang mendapat asimilasi, AIH (20) warga Pasirkoja, Kota Bandung, Jawa Barat, nekat menjambret ponsel milik seorang warga di jalan raya. "Niatnya mau dibeliin minuman (miras), tapi keburu ketangkep," ujarnya saat gelar perkara di Mapolsek Astanaanyar, Kota Bandung, Selasa 14 April 2020.

Kemudiian pria berinisial F (34) warga Kecamatan Poncokusomo, Kabupaten Malang, Jawa Timur, kembali ditangkap polisi karena berusaha mencuri motor.

Baca Juga: Penerapan Physical Distancing Terkendala Disiplin Masyarakat 

Sementara itu kerusuhan terjadi di Lapas Kelas IIA, Tuminting, Manado, Sulawesi Utara, pada Sabtu 11 April 2020. Kericuhan itu muncul akibat napi kasus narkoba khawatir tertular corona sedangkan mereka tak dibebaskan seperti napi umum.

Anggota Komisi III DPR Habiburokhman memandang kerusuhan napi yang terjadi di lapas itu bagai “bom waktu” yang dimunculkan oleh program asimilasi.

“Sejak awal saya memang khawatir hal ini terjadi, sudah seperti bom waktu. Lebih dari setengah penghuni lapas adalah kasus narkoba, padahal mereka enggak bisa dapat remisi dan asimilasi karena ada PP 99 Tahun 2012,” ujarnya kepada Okezone.

Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Thomas Sunaryo meminta Kemenkumham mengevaluasi program asimilasi tersebut. Menurutnya ada dua hal yang harus dicermati oleh pemerintah, pertama memastikan bahwa kebijakan tersebut tepat dan tidak menimbulkan masalah kesehatan di dalam lapas.

Baca Juga: Pakaian Bisa Jadi Sumber Penularan Virus Corona COVID-19?

"Kedua napi yang dikeluarkan itu kan (napi) umum, itu harus di evaluasi apakah dia punya pekerjaan, tinggal dimana, diterima tidak dalam lingkungannya. Dia kan juga harus menghidupi dirinya, harus cari makan," ujar Sunaryo.

Pemerintah juga harus memikirkan apakah para napi yang dibebaskan tersebut perlu diberi bantuan, khususnya mereka yang kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.

Kendati begitu, Sunaryo menilai kebijakan asimilasi tidak perlu dihentikan karena menurutnya pembebasan napi sangat penting guna menghindari wabah corona. "Saya kira tetap saja berlangsung, kalau terlalu padat susah," terangnya.

Di sisi lain Plt Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, Nugroho mengatakan dari 36.000 napi yang dibebaskan, hanya enam orang yang berulah dengan kembali melakukan tidak kejahatan.

Baca Juga: Bintang Tsurayya Muncul, Tanda-Tanda Wabah Corona Berakhir?

"Kurang lebih 36.000 napi yang sudah dibebaskan. Kemudian yang melakukan pelanggaran di seluruh Indonesia kurang lebih 6 orang," ujarnya dalam sebuah program di iNews TV beberapa waktu lalu.

Follow Berita Okezone di Google News

Meski begitu Anggota Komisi III DPR RI, Eva Yuliana meminta Kemenkumham menghentikan sementara kebijakan pembebasan narapidana terkait pencegahan virus corona. Menurutnya, kebijakan tersebut harus dievaluasi, apalagi sudah ada napi yang kembali berbuat kriminal.

"Perlu distop dulu, tinjau ulang baru dilanjutkan. Ini kejadian yang sekarang lampu merah sudah, untuk meninjau harus dihentikan dulu," kata Eva kepada Okezone, Selasa (14/4/2020).

 Lebih lanjut, gejolak di ruang publik ternyata didengar Kemenkumham dan meresponsnya dengan cepat, yaitu menghentikan sementara kebijakan pembebasan napi.

 Kepala Biro Humas Hukum dan Kerja Sama Kemenkumham, Bambang Wiyono mengatakan pihaknya sepakat dengan usulan dari berbagai pihak termasuk DPR untuk menghentikan sementara pembebasan napi. Namun, ditekankan Bambang, kebijakan pembebasan itu awalnya diambil atas dasar pandangan dari berbagai pihak.

 "Setuju, dihentikan. Sebelum mengambil keputusan, Pak Menteri (Menkumham Yasona Laoly) juga meminta pandangan dari berbagai pihak, termasuk Presiden," tuturnya.

1
2

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini