Share
Nyalakan notifikasi untuk berita terbaru dari Okezone

Cara Rasulullah Menentukan Awal Ramadhan

Novie Fauziah, Jurnalis · Selasa 21 April 2020 00:21 WIB
https: img.okezone.com content 2020 04 20 620 2202211 cara-rasulullah-menentukan-awal-ramadhan-DNzG3rbKza.jpg Cara Rasulullah Menentukan Awal Ramadhan (Foto: Okezone)
A A A

Bulan suci Ramadhan 1441 Hijriyah tinggal menghitung hari. Di Indonesia bulan Ramadhan tahun ini diperkirakan akan jatuh pada Jumat, 24 April 2020. Namun hal itu belum ditetapkan secara resmi, mengingat Kementerian Agama RI baru akan melakukan sidang isbat atau penetuan Ramadhan pada Kamis, 23 April 2020 mendatang.

Sidang isbat awal Ramadhan tahun ini dipastikan berbeda, karena akan dilakukan melalui teleconference akibat virus corona (COVID-19) masih mewabah di Indonesia.

"Seiring kebijakan physical distancing dan sesuai protokol kesehatan, kita menghindari ada kerumunan. Sidang isbat akan memanfaatkan teknologi teleconference sehingga peserta dan media tidak perlu hadir di Kementerian Agama," ujar Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag), Kamaruddin Amin dalam keterangan resmi yang Okezone terima.

Kamaruddin melanjutkan, sama seperti tahun-tahun sebelumnya sidang isbat akan dibagi dalam tiga sesi. Sesi pertama, paparan posisi hilal awal Ramadhan 1441 Hijriyah oleh anggota Tim Falakiyah Kemenag, Cecep Nurwendaya. Paparan ini akan disiarkan secara live streaming melalui website dan media sosia Kemenag.

(Baca Juga : 6 Persiapan Menyambut Bulan Ramadhan, Pertama Segera Bayar Utang Puasa)

"Akan dibuka dialog. Masyarakat dan media bisa mengikuti melalui room meeting online yang nanti akan dibagikan. Tentu kuotanya juga terbatas," terangnya.

Kemudian dilanjutkan setelah Maghrib, sidang isbat digelar secara tertutup. Sidang ini hanya dihadiri secara fisik oleh perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), serta Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi, Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Sa'adi, dan Dirjen Bimas Islam.

Penentuan 1 Ramadhan maupun 1 Syawal saat ini sudah dilakukan mengikuti teknologi yang ada, atau menggunakan alat-alat canggih sehingga akan lebih mempermudah berjalannya penentuan awal bulan-bulan Hijriyah.

Lalu pada zaman Nabi bagaimana cara menentukan awal Ramadhan? Mengingat saat itu semua masih serba terbatas dan menggunakan alat-alat seadanya.

(Baca Juga : Doa Menyambut Ramadhan agar Ibadah Lebih Berkah)

Wakil Ketua Majelis Dakwah dan Pendidikan Islam (Madani), Ustadz Ainul Yaqin menuturkan, pada zaman Nabi Muhammad penentuan awal 1 Ramadhan tertuju pada penampakan bulan.

Sebagaimana dalam salah satu riwayat hadist, Rasulullah bersabda:

أمرَنَا رسولُ الله صلى الله عليه وسلم أن ننسكَ لرؤيته، فإن لم نَرهُ فشَهدَ شاهدان عدلانِ نَسَكْنا بشهادتيهما

Artinya:“Rasulullah SAW telah memerintahkan kami untuk berpuasa dengan melihat bulan, jika kami tidak melihatnya, maka kami sudah berpuasa dengan kesaksian dua orang,"(HR. Abu Daud).

Beberapa hadits Nabi Muhammad menjelaskan, bahwa awal puasa Ramadhan adalah dengan penentuan melihat Hilal (Rukyatul hilal).

"Demikian cara yang disyariatkan pada awalnya oleh Nabi Muhammad SAW, untuk mengetahui waktu masuknya puasa atau lebaran dengan cara melihat hilal karena cara ini dinilai yang paling mudah dan praktis pada saat itu oleh seluruh sahabat, dan umat Islam dalam menentukan kapan masuk puasa. Rasulullah dalam banyak sabdanya memberikan petunjuk, yaitu tentang melihat hilal," tutur Ustadz Ainul Yaqin saat dihubungi Okezone, Selasa (21/4/2020).

(Baca Juga : Ini Doa Rasulullah Ketika Melihat Hilal Ramadhan)

Nabi Muhammad bersabda:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ

Artinya: "Berpuasalah kamu saat melihatnya (hilal) dan berifthar (lebaran) saat melihatnya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Kemudian dalam riwayat hadist lainnya juga menjelaskan:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ حَال بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُ سَحَابَةٌ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلاَ تَسْتَقْبِلُوا الشَّهْرَ اسْتِقْبَالاً

Artinya: "Berpuasalah kamu dengan melihat hilal dan berbukalah kamu dengan melihatnya juga. Tetapi bila ada awan yang menghalangi, maka genapkanlah hitungan dan janganlah menyambut bulan baru." (HR. An-Nasa’i dan Al-Hakim).

Follow Berita Okezone di Google News

Rukyatul hilal merupakan konsep atau metode yang secara etimologis berarti "melihat". Sedangkan hilal adalah bulan yang berbentuk sabit yang tipis. Jika digabungkan Rukyatulhilal berarti upaya untuk melihat bulan sabit secara langsung di kaki langit di waktu ghurub Syam, dengan mata telanjang atau alat bantu optik, teleskop dan peralatan yang canggih (saat ini).

Konsep rukyatul hilal atau melihat hilal secara langsung harus memperhitungkan sudut azimut dan elongasi. Sebab, keduanya mempunyai peranan penting dalam penentuan kapan awal dan berakhirnya puasa bulan Ramadhan. "Oleh karenanya sekalipun wujud hilal diprediksi ada, namun jika hilal tidak dapat dilihat oleh manusia, maka itu tidak akan berarti sama sekali," ucapnya.

Kemudian jarak ideal mata telanjang bisa melihat hilal adalah tujuh derajat. Jika kurang dari itu, maka diperlukan alat bantu teleskop. Batas penggunaan alat ini pun ada batasnya pada sudut tiga derajat. Kurang dari itu, hilal tidak akan terlihat karena terlalu dekat dengan matahari.

(Baca Juga : Viral Kata Corona Ada dalam Ayat Alquran? Ini Penjelasannya)

Rasulullah SAW bersabda:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ حَال بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُ سَحَابَةٌ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلاَ تَسْتَقْبِلُوا الشَّهْرَ اسْتِقْبَالاً

Artinya: "Berpuasalah kamu dengan melihat hilal dan berbukalah kamu dengan melihatnya juga. Tetapi bila ada awan yang menghalangi, maka genapkanlah hitungan dan janganlah menyambut bulan baru," (HR. An-Nasa’i dan Al-Hakim).

Kemudian dalam hadist lainnya, yaitu:

إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسِبُ ,الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا

Artinya: "Sesungguhnya kami adalah umat ummiyah. Kami tidak mengenal kitabah (tulis-menulis) dan tidak pula mengenal hisab. Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30)." (HR. Bukhari dan Muslim).

(Baca Juga : Menggelar Padusan Sebelum Puasa di Tengah Wabah Corona, Bolehkah?)

Selain rukyatul hilal, penentuan 1 Ramadhan juga dilakukan melalui metode hisab. Metode ini menegaskan, pentingnya hitungan dan akurasinya menghitung (‘adda), kalkukasi (akhsha), dan mengukur (qaddara). "Hisab juga bermakna menghitung pergerakan posisi hilal di akhir bulan untuk menentukan awal bulan Ramadhan," katanya.

Selanjutnya, di dalam hisab ini juga tidak bisa sembarangan. Pasalnya, perhitungannya dilakukan para ahli falak (astronomi) yang profesional, dan matang dari segi keilmuan dan rumus khusus dalam Ilmu Falak. Hisab mempunyai akurasi yang presisi yang bisa dipertanggungjawabkan.

"Karenanya banyak ulama kita juga memanfaatkan metode hisab. Bahkan ada yang mengkolaborasikan sebagai acuan dasar sebelum Rukyatul hilal, maka dipakai metode Hisab sebagai bahan acuan dasar Waktu dan posisi untuk melihat Hilal. Secara sederhana perbedaan ini terletak pada konsep wujudul hilal (keberadaan hilal) bagi golongan yang menggunakan metode hisab murni," tuturnya.

Bahwa ada juga keyakinan sebagian para ulama bahwa “melihat hilal” dipahami sebagai melihat tidak harus dengan mata kepala, tetapi juga bisa menggunakan ilmu hisab, atau ilmu Falak. "Dimana dengan metode hisab, posisi hilal akan bisa diprediksi ada, sekalipun. Mungkin wujudnya tidak terlihat. Namun dipastikan ada, keluar, dan bisa ditentukan awal dan akhir puasa Ramadhan,"

(Baca Juga : Bintang Tsurayya Muncul, Tanda-Tanda Wabah Corona Berakhir?)

Dasar hukum metode Hisab:

لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ

Artinya:"Tidaklah mungkin matahari mengejar bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (QS.Yasin: 40).

Dan hadits Nabi Muhammad SAW:

صوموا لرؤيته ـ أي الهلال ـ وأفطروا لرؤيته، فإن غم عليكم فاقدروا له

Artinya:"Berpuasalah kalian dengan melihat (bulan) dan berbukalah (berlebaran) dengan melihat bulan, jika terhalang oleh kalian melihat bulan maka taqdirkanlah”

Makna dari Hadits Rasulullah SAW yang menyatakan; “Jika bulan tidak terlihat, maka taqdirkanlah”. Kata “faqdurulah” ditafsirkan dengan: قدروه بحسب المنازل. (perkirakanlah dengan ilmu hisab, Ilmu Falak).

Bahwasanya metode penentuan awal Ramadhan dan kriteria penetapan kapan awal Ramadhan, serta lebaran sangat variatif. Khususnya dalam dua metode baik Rukyatulhilal dan Metode Hisab tidak mengherankan jika terjadi perbedaan dalam memulai puasa Ramadhan di antar negara.

Terlebih dibeberapa negara mayoritas kaum muslim di seluruh dunia tidak senada dengan Arab Saudi dalam menentukan Ramdhan. Oleh karenanya sangat penting dalam berikhtiar untuk berusaha menyatukan perbedaan-perbedaan tersebut. "Walaupun perbedaan sendiri adalah Rahmat bagi umat Islam," ujar Ustadz Ainul Yaqin.

"Yang terpenting saling menghargai, menjaga, menghormati pilihan atau ketaatan umat pada para pemimpin dan Ulama' masing masing, sebab ibadah puasa adalah ibadah yang langsung dinilai Allah SWT. Bukan arogansi atau nilai politisnya, namun keikhlasan dan capaian agar mendapatkan ridha Allah SWT," tambahnya.

Kemudian, kata ustadz Ainul Yaqin, sebagai muslim yang baik maka ikutlah keputusan atau ketetapan Ulil Amri dari wilayah atau negara masing-masing, sebagai bukti ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

"Apa yang diputuskan oleh umara' kita pasti dengan pertimbangan matang dan melalui mekanisme panjang, yakni melibatkan banyak pakar, dari ulama hingga ahli astronomi. Semuanya melalui kajian komprehensif dan sempurna, ikuti dan taati Insya Allah kita mendapatkan Ridha-Nya," katanya.

Allah berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."(QS.An-Nisa:59).

Sementara itu, Ketua Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU), KH Sirril Wafa mengatakan, pada dasarnya ketentuan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha menunggu keputusan hasil sidang isbat oleh Kemenag.

"Karena memang selain mengacu hasil perhitungan/ hisab falakyah, juga mempertimbangkan hasil rukyat/observasi hilal di lapangan," katanya saat dihubungi Okezone belum lama ini.

Menurut hisab almanak yang terhimpun dalam Tim Falakiyah Kemenag RI, pada hari Kamis, 23 April bertepatan 29 Sya'ban 1441 H selepas maghrib, posisi hilal di seluruh Indonesia sudah di atas ufuk antara 2 hingga 4 derajat karenanya hisab kalender mencatat 24 April sebagai 1 Ramadhan 1441 H.

Lalu adakah potensi perbedaan awal Ramadhan tahun ini?

Dalam posisi perhitungan seperti ini, kata Kiai Sirril Wafa, potensi perbedaan dimungkinkan. Bagi mereka yang mendasarkan urusan mengawali dan mengakhiri Ramadhan denga Rukyatul hilal.

"Ya harus menunggu hasil rukyat. Jika hasil rukyat di seluruh Indonesia nanti ternyata nihil, boleh jadi bagi kelompok ini awal puasa menjadi 25 April. Namun jika ada yang berhasil melihat hilal, dan kesaksiannya dipandang sahih, maka malam 24 April bisa mulai Sholat Tarawih," terangnya.

"Kapasitas saya di sini hanya memprediksi dengan mengacu pada data hisab kalender yang ada. Harapan saya mudah-mudahan tahun ini umat Islam di Indonesia bisa memulai dan mengakhiri Puasa Ramadhan secara bersama-sama, tidak terjadi perbedaan," pungkasnya.

1
4

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini