SURABAYA - Mobil laboratorium uji usap PCR untuk virus corona bantuan BNPB menjadi penyebab silang pendapat antara Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Keduanya merasa berhak memanfaatkan terlebih dahulu mobil itu, untuk melayani warga yang akan uji usap PCR.
Rebutan pemanfaatan mobil laboratorium uji swab test PCR antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan Pemerintah Kota Surabaya, mencuat di media setelah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meluapkan kekesalannya karena mobil laboratorium bantuan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) itu batal digunakan untuk melayani warga Surabaya.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang menerima langsung dari BNPB merasa berhak mengatur pemanfaatan mobil laboratorium itu, untuk daerah-daerah lain di Jawa Timur. Sedangkan Pemerintah Kota Surabaya merasa telah mengupayakan mendapatkan bantuan mobil itu langsung melalui Kepala BNPB, untuk uji usap atau swab test PCR warga Surabaya yang memiliki kasus corona terbanyak di Jawa Timur.
Pengajar di Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Airlangga Surabaya, Ucu Martanto, menyebut kebijakan pemerintah daerah terkait penanganan virus corona banyak yang tidak sinkron dan menimbulkan perbedaan pendapat. Penanganan corona menjadi tidak efektif akibat koordinasi yang buruk antar pemerintah daerah.
“Kebijakan-kebijakan untuk Covid-19 ini sebetulnya memang banyak yang tidak nyambung, banyak yang berkonflik. Jangankan di Jawa Timur dengan Surabaya, di Jakarta dengan daerah-daerah sekitar, itu juga terjadi. Karena memang secara tata kelola pemerintahan, tampak bahwa pemerintah daerah kita itu tidak mempunyai pengalaman, tidak punya kompetensi ketika menghadapi kondisi yang seperti ini. Semuanya seperti tampak tidak ada saling koordinasi,” kata Ucu Martanto.
Kompetisi Sengit Pilkada 2018 Terus Berlanjut
Silang pendapat antara Pemerintah Kota Surabaya dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, menurut Ucu Martanto, tidak dapat dilepaskan dari rivalitas keduanya dalam Pemilihan Gubernur Jawa Timur 2018 lalu, di mana keduanya berada pada kubu yang berbeda.
Namun, Ucu Martanto menilai, persoalan kepentingan politik bukanlah hal yang ingin dilihat oleh masyarakat saat ini, terutama saat dunia dilanda pandemi corona. Penyelesaian dampak ekonomi dan sosial akibat corona, adalah yang diharapkan masyarakat dibandingkan dengan perseteruan antar kepala daerah atau elit politik.
Baca juga: 10 Daerah dengan Kasus Positif Covid-19 Tertinggi di Jatim, Surabaya Paling Banyak
“Publik itu masih memikirkan kepentingan bagaimana kondisi ini kembali normal. Bagaimana ancaman ekonomi, ancaman kesehatan pasca Covid-19 itu bisa terselesaikan. Ini repotnya elit-elit politik menggeser ini, membawa ini ke perseteruan Pilkada, dan itu kemudian disebarluaskan oleh media massa. Kepentingan publik itu saat ini bukan Pilkada, kepentingan publik itu saat ini adalah bagaimana mereka bisa beraktivitas dengan normal, ekonominya kembali normal, dan Covid-19 ini bisa selesai,” lanjut Ucu Martanto.
Ucu Martanto berharap, para kepala daerah dapat fokus dan saling bekerja sama dalam mengatasi persoalan akibat virus corona, bukan malah menampilkan konflik yang justru dapat merugikan masyarakat.
“Kalau misalnya keduanya itu ingin menyelesaikan, menangani Covid-19 dengan sangat baik, berhasil, tanpa merugikan publik, maka kata kuncinya adalah kerja sama antara kedua pemerintahan, Pemerintah Kota Surabaya, bu Risma, ataupun Pemerintah Provinsi Jawa Timur, bu Khofifah,” imbuhnya.
Follow Berita Okezone di Google News