Share
Nyalakan notifikasi untuk berita terbaru dari Okezone

Setahun Wabah Covid-19 Melanda, Peneliti Temukan Fakta Mengejutkan

Muhammad Sukardi, Jurnalis · Senin 14 Desember 2020 17:24 WIB
https: img.okezone.com content 2020 12 14 620 2327521 setahun-wabah-covid-19-melanda-peneliti-temukan-fakta-mengejutkan-64ZMlf0rNT.jpg Wabah Covid-19 sudah setahun melanda dunia (Foto : Wishtv)
A A A

Setahun Covid-19 mewabah, secara global sudah 72,1 juta jiwa terinfeksi, 47,1 juta orang sembuh, dan 1,61 juta meninggal dunia. Mengungkap bagaimana virus baru membuat lompatan mikroskopis pertamanya ke dalam tubuh manusia merupakan pekerjaan yang menantang bagi para ilmuwan. Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun kini mulai menyelidiki asal-usul kemunculan virus SARS-CoV2 penyebab pandemi ini.

Menurut South China Morning Post, WHO terus melakukan penelitian untuk mengungkap awal pandemi Covid-19 dengan melibatkan 10 pakar internasional. Mereka semua akan bergabung dengan para ilmuwan China yang bekerja di Wuhan, pusat penyebaran virus pertama kali.

Para peneliti yang berasal dari Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Vietnam, Australia, Rusia, dan Qatar itu pun dikatakan akan masuk ke dalam 'rawa politik'. Ya, Amerika Serikat secara terang-terangan menyalahkan China atas wabah ini dan Beijing mengatakan bahwa virus SARS-CoV2 penyebab Covid-19 hanya terdeteksi di Wuhan.

Pasien Covid-19

Pada pertemuan PBB bulan ini, Menteri Kesehatan Amerika Serikat Alex Azar mengatakan, masalah utama dari semua ini bukan di mana virus pertama kali muncul, melainkan apakah informasi tentang virus dibagikan tepat waktu dan transparan.

Baca Juga : Rasakan Gejala Covid-19, Ini Pengobatan yang Bisa Dilakukan di Rumah

Di sisi lain, menjalankan misi pencarian asal-usul pandemi menjadi sangat penting bagi WHO yang kehilangan kepercayaan Amerika Serikat. Ya, Donald Trup mengatakan bahwa badan PBB tersebut dikendalikan China.

"Kami akan menemukan awal dari pandemi ini dan melakukan segalanya untuk mengetahui hal tersebut. Anda tidak perlu bingung mengenai ini," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Ghebreyesus. "Menemukan asal-usul pandemi akan membantu kami mencegah wabah di masa depan," tambahnya.

So, seperti apa temuan sementara para peneliti?

Phase satu: Perburuan pasien nol Covid-19

Ketika Wuhan di China tengah mengeluarkan peringatan tentang pneumonia misterius pada 31 Desember 2019 sore, otoritas kesehatan setempat mengaitkan lebih dari dua lusin pasien yang diduga terinfeksi di pasar basah yang menjual makanan laut, daging, dan satwa liar.

Pasar basah Wuhan tersebut ternyata sudah dikaitkan dengan wabah sindrom pernapasan akut (SARS) di China hampir 20 tahun sebelumnya. Kemudian, virus corona penyebab pneumonia kemungkinan melonjak ke manusia dari musang yang terinfeksi di pasar basah serupa di selatan negara itu.

Uji Coba Vaksin

Para ilmuwan pun secara luas setuju bahwa virus baru ini juga berasal dari hewan, mungkin kelelawar. Keyakinannya adalah bahwa virus menyerang hewan perantara, yang kemudian masuk ke tubuh manusia dan mulai menginfeksi.

Namun, letak pasti pertama kalinya virus mulai menginfeksi belum bisa diketahui, karena tidak ada bukti kuat yang mengaitkan hewan terinfeksi mulai menularkan penyakit ke manusia di pasar atau tempat lain.

Dari ketidakpastian tersebut, muncul banyak sekali teori konspirasi, seperti salah satunya mengatakan bahwa patogen direkayasa di laboratorium Wuhan yang memang mempelajari virus corona bahkan ada anggapan militer Amerika Serikat sengaja menanamkan virus tersebut di China.

Baru-baru ini ahli epidemiologi China mengatakan dengan tanpa bukti bahwa virus SARS-CoV2 penyebab Covid-19 itu berasal dari luar negeri, dibawa ke pasar dengan medium barang impor.

Di tengah desas-desus spekulasi, memahami bagaimana virus itu menyebar di Wuhan menjadi inti studi 'fase satu' misi WHO yang diuraikan dalam dokumen kerangka acuan yang dirilis November 2020.

vaksin covid-19

Jadi, fase satu tersebut dimulai di kota dan termasuk perburuan 'pasien nol'. Ya, ini termasuk juga memeriksa catatan rumah sakit terkait pasien nol untuk menemukan fakta mengenai kasus awal yang mungkin terlewat. Lalu, peneliti juga akan menguji sampel darah yang disimpan dan mewawancarai pasien paling awal untuk memahami faktor risiko, seperti kontak dengan hewan liar.

Peneliti juga akan berburu sumber hewan yang ada di pasar, memetakan rantai pasokan, dan mengembangkan strategi untuk menguji lebih banyak hewan. Pekerjaan ini akan dilakukan peneliti berbagai negara berkolaborasi dengan peneliti China.

"Satu hal yang harus jelas adalah studi ini akan dimulai dari Wuhan, sesuai laporan pertama kali disampaikan dan setelah dari sana, berdasarkan temuan, kita bisa pergi ke mana saja," terang Tedros.

Follow Berita Okezone di Google News

Mencari kepingan yang hilang

Apa yang didapat dari misi di China akan bergantung pada lebih dari sekedar sains, menurut Linfa Wang, seorang profesor penyakit menular di Duke-NUS Medical School Singapura.

"Misi seperti itu hanya akan berhasil jika Tiongkok berpikir bahwa Anda datang ke sini tanpa motivasi politik,"t tegas. Wang sendiri merupakan tim WHO yang menyelidiki wabah SARS di China 17 tahun silam.

Ia punya pengibaratan menarik dari misi 'fase satu' WHO tersebut. "Buah yang tergantung rendah sudah lama dipetik ilmuwan China, jadi tidak akan mudah bagi tim internasional menemukan fakta baru," katanya.

Di sisi lain, memahami penelitian apa yang telah dilakukan di China adalah kunci merencanakan 'fase satu' WHO tersebut. Sebab, tidak banyak hal yang diketahui publik tentang sudah sejauh mana penelitian China menemukan pasien awal atau hewan yang terinfeksi dan menginfeksi manusia.

Meski begitu, para pejabat mengatakan bahwa tidak ada hewan inang potensial yang diuji sejauh ini positif terinfeksi SARS-CoV2. "Untuk beberapa virus lain, sangat mudah menemukan inang perantaranya," kata Gao Fu, direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China.

Pakai Masker

Ia menambahkan, pihaknya akan terus berusaha sangat keras walau sampai sekarang belum ditemukan fakta apapun terkait Covid-19.

Perlu masyarakat ketahui, ilmuwan biasanya menggunakan beberapa 'alat' untuk mengetahui apakah hewan berperan dalam suatu wabah. Salah satunya menguji hewan-hewan itu dengan pengujian infeksi aktif, yang lain mencari jejak infeksi masa lalu dalam darah atau metode yang dikenal sebagai serologi.

"Alat uji itu pun harus dilakukan di tempat dan waktu yang tepat," tegas ahli ekologi penyakit Peter Daszak, salah seorang ilmuwan di misi 'fase satu' WHO. Daszak sendiri telah melakukan penelitian terhadap virus korona kelelawar di China selama hampir dua dekade.

Presiden Badan Riset Amerika Serikat, EcoHealth Alliance, itu menambahkan, para peneliti berencana akan mengunjungi peternakan pembiakan satwa liar di China sebagai tempat yang diprioritaskan untuk diteliti.

"Jika Anda pergi ke peternakan dengan 10.000 musang atau cerpelai, virus itu bisa saja masuk ke tubuh hewan tersebut setahun lalu, menyebar dan terus menginfeksi," terangnya. "Dengan begitu, ya, Anda tidak akan melihat buktinya," tegasnya.

Lantas, jika peternakan hewan bukan tempat yang tepat untuk diteliti, apakah gua bisa jadi kuncinya?

Petunjuk terbaik saat ini tentang asal virus yang menyebabkan Covid-19 ditemukan pada tahun 2013 di sebuah gua di Provinsi Yunnan di barat daya subtropis China. Di sana, para peneliti mengumpulkan materi genetik dari virus yang ditemukan pada kelelawar yang kemudian terbukti 96 persen mirip dengan SARS-CoV2.

vaksin covid-19

Jadi, virus yang ditemukan pada 2013 itu merupakan kerabat terdekat yang sejauh ini ditemukan, tetapi masih jauh dalam istilah evolusi. Para peneliti tertarik ke gua-gua di kawasan itu sambil mencari apa yang disebut nenek moyang atau induk, patogen yang menyebabkan wabah SARS.

Bertahun-tahun setelah wabah itu dan lebih dari seribu mil dari tempat ditemukannya virus, para ilmuwan menemukan virus hidup dengan 95 persen kecocokan dengan versi manusia. Tetapi, terobosan itu tidak memberikan kesamaan genetik yang dibutuhkan untuk mengatakan bahwa itu adalah nenek moyang SARS.

"Saat ini masyarakat mengeluhkan lambatnya pencarian asal-usul Sars 2. Nah, 17 tahun kemudian kita masih belum menemukan virus progenitor Sars 1 itu," kata Wang yang bersama Daszak terlibat dalam penelitian ini.

"Sampai pada titik kepastian pada hewan sumber berarti menemukan virus yang lebih dari 99 persen serupa di seluruh genom dan merupakan 'jarum di tumpukan jerami'," terang Ahli Biologi Evolusi Edward Holmes yang juga profesor di Universitas Sydney, Australia.

"Ini mungkin turun ke pencarian pada satu populasi tertentu. Misalnya bisa mengambil sampel kelelawar tertentu di gua tertentu pada waktu tertentu," tambahnya.

Karena itu, Asisten Profesor di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hong Kong, Tommy Lam, mengatakan bahwa semakin banyak data genetik yang tersedia dari virus korona terkait, ilmuwan akan semakin mengerucutkan data temuannya.

Para peneliti di seluruh Asia mulai menggali kembali ke dalam 'freezer laboratorium' mereka karena hal tersebut dan sebuah kelompok di Kamboja menemukan apa yang tampaknya terkait erat dengan virus korona kelelawar, lapor jurnal sains Nature bulan lalu.

Ya, rentang geografis sampel dan bagaimana informasi genetik dinilai sesuai dengan pohon keluarga SARS-CoV2. "Ini mungkin menunjukkan tempat asal potensial di mana virus melompat ke inang hewan perantara atau melompat ke manusia langsung," kata Lam.

1
2

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini