JAKARTA - Aturan pesangon dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menguntungkan pekerja maupun pengusaha.
"Perbandingan UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja tentang uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja ternyata tidak ada kelompok yang dirugikan atau sama-sama diuntungkan," kata akademisi M Harun di Jakarta, Jumat (25/12/2020).
Menurut dia, hal yang membedakan ketentuan pesangon dalam UU Cipta Kerja dengan UU Ketenagakerjaan salah satunya adalah perubahan atas Pasal 185.
Jika dalam UU sebelumnya tidak diatur sanksi pidana bagi pelanggar pembayaran pesangon, maka UU Cipta Kerja menambahkan pelanggar ketentuan pesangon (156 ayat 2) di dalam Pasal 185 UU Cipta Kerja tersebut.
Baca Juga: Sambut Hari Natal, Hastag Pengangguran Akan Terserap Jadi Trending Topic
Dengan demikian, bagi pelanggar Pasal 156 ayat 2 yang mengatur besaran uang pesangon yang wajib diberikan kepada pekerja, maka pelanggar itu terancam sanksi pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta.
Soal pertanggungjawaban tindak pidana, Harun melihat wilayah UU Cipta Kerja adalah hukum pidana khusus. "Karena wilayah UU Cipta Kerja adalah hukum pidana khusus, maka subyek hukum pidana itu berupa orang per orangan dan perkumpulan atau badan hukum, atau korporasi," katanya.
Akademisi UIN Walisongo Semarang itu mengatakan bahwa meskipun bunyi pasal-pasal tidak secara eksplisit mengatakan korporasi, namun korporasi tetap bisa dikenakan pertanggungjawaban atas suatu tindakan pidana.
"Khususnya terkait klaster ketenagakerjaan, walaupun diformulasikan dengan frasa 'barang siapa', tapi itu tetap merujuk pada dua subjek hukum. Yaitu, orang per orang dan badan hukum atau korporasi dan perkumpulan," kata Harun.
Follow Berita Okezone di Google News