Lebih jauh, dia mengatakan dengan adanya BUMN sebagai buffer stock minyak goreng, maka sekaligus akan dapat mengatasi masalah keterbukaan informasi soal DMO CPO. Selama ini, urainya, DMO sawit tidak bisa dimonitor karena tidak ada perusahaan khusus sebagai penampung, sehingga hanya berdasarkan pencatatan pengakuan.
“Produsen CPO tetap dapat menjual langsung ke pasar karena selain produsen, rata-rata perusahaan sawit adalah pedagang. Punya kebun sawit, pabrik dan produksi produk hilir sendiri. Untuk menjaga stok mereka juga menjual sebagian ke lembaga penyangga dan pengendali harga,” terangnya.
Sunarsip mengatakan kebijakan DMO wajib, tetapi teknis pelaksanaannya harus diperbaiki. DMO sawit bisa meniru konsep DMO batubara, yaitu mulai dari pemasok sampai kepastian harganya ditentukan melalui kebijakan DMO.
“Berbeda dengan kebijakan DMO di CPO tidak berjalan efektif karena monitoringnya sangat tidak memadai. Kementerian Perdagangan tidak mempunyai sistem informasi realtime yang bisa mengetahui perusahaan-perusahaan yang sudah menjalankan DMO, sehingga sanksi tidak ada,” tambahnya.
Untuk DMO batubara, sanksi pasti. Dia menjelaskan jika tidak mematuhi DMO, otomatis batubara perusahaan tidak bisa diekspor. Koordinasi dan penegakan hukum ini tidak hanya di Kementerian, tetapi juga hingga ke pihak Bea Cukai. Jika ada perusahaan batubara yang tidak menjalankan DMO, maka Ketika kapalnya lewat mengangkut CPO, langsung distop.
Follow Berita Okezone di Google News
(kmj)