Selanjutnya, Muhammad Bilahmar menjelaskan bahwa saat ini terdapat beberapa keraguan yang dirasakan oleh para pengusaha, yakni tiga opsi cara penarikan PNBP yang membingungkan, tarif PNBP masih terlalu tinggi, adanya pungutan yang tumpang tindih, kebijakan yang berubah-ubah setiap pergantian Menteri dan sanksi administrasi yang memberatkan.
"Ketika pengusah ingin masuk untuk investasi ataupun sejenisnyasejenisnya tidak berani, entar sudah masuk modal berubah ganti menteri dan ganti aturan lagi," ucapnya.
Muhammad Bilahmar berharap adanya revisi PP 85/2021 tentang jenis dan tsrif atas PNBP yang berlaku pada KKP. Khususnya untuk perikanan tangkap yang perlu direvisi adalah Koefisien skala usah dan cara penarikan PNBP.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerapkan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota dalam rangka tata kelola perikanan tangkap secara lebih baik dengan menyeimbangkan antara ekonomi dan ekologi sebagai panglima.
Kuota tersebut dimanfaatkan untuk nelayan lokal, bukan tujuan komersial (penelitian, diklat, serta kesenangan dan rekreasi), dan industri.
Penangkapan ikan terukur dilakukan pada enam zona di sebelas Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).
Follow Berita Okezone di Google News
(ZWD)