Share
Nyalakan notifikasi untuk berita terbaru dari Okezone

Lindungi UMKM, Social Commerce Wajib Ditata

Nasya Emmanuela Lilipaly, Jurnalis · Selasa 05 September 2023 15:50 WIB
https: img.okezone.com content 2023 09 05 620 2877519 lindungi-umkm-social-commerce-wajib-ditata-ErACjAc5qC.jpg Lindungi UMKM RI (Foto: Okezone)
A A A

JAKARTA - Pemerintah akan menata perdagangan di social commerce seiring dengan rencana TikTok melakukan investasi jumbo di Indonesia.

Aturan main social commerce tersebut nantinya bakal diatur melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE). Dalam baleid PPMSE itu, ada empat usulan yang diatur oleh pemerintah.

Pertama adalah memberlakukan aturan yang sama untuk penjualan e-commerce (daring) dan penjualan offline khususnya pengenaan pajak. Kemudian poin yang kedua adalah pemerintah akan melarang penjualan barang impor sebesar di bawah 100 juta dollar AS atau di bawah Rp 1,5 juta hanya untuk produk yang dikirim secara cross border atau melalui perdagangan lintas batas.

Selanjutnya poin ketiga adalah platform digital dilarang menjadi produsen. Sementara point yang terakhir adalah pemerintah akan membedakan aturan main untuk penjualan di e-commerce dengan penjualan social commerce.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mendorong agar pemerintah Indonesia mengambil langkah berani dalam membatasi produk impor di toko online, termasuk TikTok Shop. Dalam hal ini, ia berkaca dari India dan Amerika Serikat (AS) yang berani melarang operasi TikTok.

Follow Berita Okezone di Google News

"India pun berani menolak TikTok, kenapa kita enggak? AS juga melarang, TikTok misalnya, enggak, jualannya boleh, tapi enggak boleh disatukan dengan media sosial. Kita, media sosial juga jualan," katanya dikutip, Selasa (5/9/2023).

Sementara itu, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang turut hadir di DPR mengklaim, dirinya telah menutup izin impor barang secara langsung e-commerce alias perdagangan cross border. Hal ini dilakukannya sebagai respons atas banjir produk impor di e-commerce maupun social commerce.

Bahlil mengatakan, instruksi telah disampaikan kepada deputi terkait meskipun regulasi menyangkut larangan tersebut. Adapun aturan yang dimaksud ialah revisi Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendag) No. 50 tahun 2020 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang tak kunjung rampung hingga saat ini.

Pihaknya siap menghadapi komplain dari para pengusaha atas langkahnya tersebut. Pasalnya, ia menilai kondisi banjir impor di e-commerce harus segera ditangani, daripada semakin merugikan para UMKM.

Operasional social commerce perlu ditata untuk memastikan level of playing field bagi para pelaku perdagangan elektronik. Kewajiban sertifikasi lokal, termasuk SNI, BPOM, halal, dan aturan mengenai harga minimal USD100 untuk barang impor cross-border dinilai dapat melindungi UMKM domestik agar tetap kompetitif di pasar Indonesia.

“Kami siap menghadapi komplain dari pengusaha atas langkahnya tersebut. Kondisi banjir impor di e-commerce harus segera ditangani daripada semakin merugikan UMKM,” tegas Bahlil. Di sisi lain, positive list turut dinilai akan tidak efektif dalam membendung transaksi barang cross-border. Melihat tantangan utama dari positive list ini adalah implementasi pengawasannya barang impor dengan harga yang variatif oleh Dirjen Bea dan Cukai.

Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero mengatakan, menjamurnya barang-barang impor yang masuk ke pasar dalam negeri memang menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia.

Menurutnya, barang-barang buatan lokal harus bisa bersaing di tengah gempuran barang-barang impor. Namun, ia berharap adanya keberpihakan pemerintah dan masyarakat untuk mengutamakan membeli produk lokal.

"Dan sebenarnya kita sudah berbicara hampir setengah tahun yang lalu mengenai itu. Nah, bahwa rencana revisi Permendag 50/2020 itu saya kira itu bentuk keberpihakan pemerintah kepada pelaku UMKM, di mana direncanakan yang USD100 ke bawah tidak diperkenankan lagi masuk di dalam perdagangan Indonesia melalui e-commerce," kata Edy.

Menurut Edy, revisi Permendag 50/2020 hendaknya disambut dengan serius oleh para pelaku usaha. Namun, Edy menekankan untuk memperketat pengawasan melalui sinergi para aparat penegak hukum. "Kalau itu keputusan negara, amankan itu. Ya aparat Bea Cukai salah satunya. Nggak ada cerita, bisa nggak? Ya harus bisa. Kalau enggak ya berarti negara gagal, kan gitu," kata Edy.

Terkait dengan TikTok Shop, Edy khawatir tren ini akan membuat kolaps UMKM lokal. Karena itu, kata Edy, perlu tiga pilar untuk menopang produk UMKM lokal, antara lain, regulator harus berpihak pada pelaku UMKM, pelaku UMKM juga harus sadar diri untuk meningkatkan kualitas produknya. "Dan yang ketiga sebisa-bisanya bersaing yang kompetitif dalam soal harga," kata dia.

Sementara itu, Pakar Keamanan Siber dan Forensik Digital, Alfons Tanuwijaya mengatakan, perlunya izin khusus atau tambahan untuk social commerce dalam melakukan aktivitas perdagangan. Selain dinilai akan membawa dampak positif untuk persaingan e-dagang tanah air, juga akan memperkuat perlindungan data pribadi pengguna.

"Ya kalau memang membuat TikTok Shop, seharusnya pemerintah memperlakukan itu sebagai e-commerce juga. Itu perlu dipertimbangkan, karena masalah pajaknya," kata Alfons. Alfons menambahkan, social commerce seperti TikTok dan SnackVideo menggunakan metode layaknya orang menjual narkoba. Karena itu, masyarakat diimbau tidak terjebak pada hype atau promosi sensasional yang sifatnya jangka pendek.

"Mereka membayar orang, membayar usernya supaya melakukan menambah user baru. User baru ini melakukan scrolling konten itu dibayar, dapat duit pada awalnya. Tetapi ketika orang sudah terbius, mereka akan dibiarkan, mereka tidak terlalu peduli dengan kontennya, mereka tidak peduli dengan dampak kepada usernya. Ini yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. Ibaratnya orang jual narkoba, dikasih gratis dulu, habis orang sudah ketagihan, baru mereka tidak peduli dengan dampaknya," beber Alfons.

1
3

Berita Terkait

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini