Jumlah pasien positif virus corona COVID-19 terus meningkat setiap hari. Oleh karena itu, pemerintah terus menggaungkan physical distancing untuk memutus mata rantai penularan virus corona.
Hal ini dilakukan lantaran pemerintah tidak mau mengambil opsi lockdown, meskipun sudah banyak pihak yang meminta Indonesia menerapkan lockdown. Memang, Direktur Darurat Kesehatan WHO, Michael Ryan mengatakan melakukan lockdown di sebagian kota bukanlah cara efektif yang bisa dilakukan.
Dalam wawancara dengan BBC, WHO mengatakan setelah melakukan lockdown di beberapa kota yang terindikasi, pihak berwenang harus secara aktif mencari orang-orang yang terinfeksi. Menurutnya, upaya physical distancing harus lebih diperhatikan. Pemerintah pun wajib melakukan isolasi dan mencari siapa saja orang yang terlibat kontak dengan mereka yang positif.
Awalnya, physical distancing disebut sebagai social distancing, yakni menjaga jarak fisik setidaknya 1,5 meter dari orang lain, dan diklaim sebagai cara yang paling ampuh memutus persebaran penyakit COVID-19.
(Baca Juga : 10 Tanda Anda Mengalami Depresi)
Meski demikian, dengan sifat dasar manusia sebagai mahluk sosial membuat mereka kesulitan hidup tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, WHO pun menggunakan istilah Physical Distancing, karena ingin orang-orang tetap terhubung.
"Bisa melalui berbagai media sosial agar tetap terhubung dengan orang lain karena kesehatan mental Anda sama pentingnya dengan kesehatan fisik Anda," ucap Dr Maria Kerkhove, seorang ahli epidemiologi WHO.
(Baca Juga : 7 Cara Mengatasi Depresi Secara Islam)
Gubernur New York, Andrew Cuomo, menyebut isolasi di rumah dan menerapkan jarak dari sesamanya akan membuat tekanan psikologis. Apalagi, bagi mereka yang memiliki trauma. "Ini bukan kondisi alami manusia untuk tidak terhibur, punya kedekatan, merasa takut dan tidak bisa merangkul seseorang. Ini semua hal yang tidak wajar dan membingungkan,” sambungnya.
Follow Berita Okezone di Google News