Kempeitai rutin menggelar razia untuk mencari orang-orang pribumi asal Manado dan Ambon. Jepang menganggap, orang-orang Manado dan Ambon adalah “anak emas” Belanda dan pasti bekas tentara KNIL.
November 1943 ketika tengah istirahat, Kawilarang diciduk dan sempat sehari didiamkan di sebuah sel sempit yang pengap dan bau. Tapi siksaan semacam itu belum seberapa dibanding yang akan dialaminya kemudian.
Kawilarang dicecar banyak pertanyaan dan diintimidasi untuk mengaku sebagai mantan tentara Belanda. Kawilarang tidak mengaku dan berbohong, bahwa dia merupakan mahasiswa Technische Hoge School (THS) atau kini Institut Teknologi Bandung (ITB).
Interogator Kempeitai yang tak percaya kemudian melancarkan aksi penyiksaan yang tak terperikan. Tubuhnya disundut rokok, disabet dengan ikat pinggang, hingga digantung dengan posisi tangan terikat di belakang.
Kawilarang sempat terbesit berkeinginan dalam hati untuk mati saja, sampai akhirnya dia teringat pesan ibunya untuk selalu berdoa. Ia sempat ditinggalkan dengan posisi tergantung dengan tangan terikat di belakang. Tapi mentalnya juga turut tersiksa mendengar jeritan tawanan lain di kamar sebelah.
Siksaan Kawilarang pada hari nahas itu hanya sampai situ. Setelah ikatannya dilepas, tubuh Kawilarang langsung roboh tak berdaya. Setelah diperintahkan berdiri, Kawilarang “dipersilakan” keluar dari kamp tahanan.
Follow Berita Okezone di Google News