Share
Nyalakan notifikasi untuk berita terbaru dari Okezone

Pelarangan Ekspor Batu Bara Diprotes Pengusaha tapi 'Selamatkan' 10 Juta Pelanggan Listrik

Ahmad Hudayanto, Jurnalis · Senin 03 Januari 2022 19:49 WIB
https: img.okezone.com content 2022 01 03 620 2526912 pelarangan-ekspor-batu-bara-diprotes-pengusaha-tapi-selamatkan-10-juta-pelanggan-listrik-w0ZUwBE7Kk.jpg Ekspor Batu Bara Dilarang. (Foto: Okezone.com/Shutterstock)
A A A

JAKARTA - Pelarangan ekspor batu bara mulai 1 Januari hingga 31 Januari 2021 diprotes pengusaha tapi bisa menyelamatkan 10 juta pelanggan listrik.

Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menyatakan keberatan dan meminta Menteri ESDM untuk segera mencabut kebijakan ini.

Mengutip keterangan APBI, Sabtu (1/1/2022), APBI mengirim surat resmi ke Menteri ESDM. APBI menilai diperlukan solusi untuk mengatasi kondisi kritis persediaan batubara PLTU grup PLN termasuk IPP ini seharusnya dapat didiskusikan terlebih dahulu dengan para pelaku usaha untuk menemukan solusi yang terbaik bagi semua pihak.

Baca Juga: Presiden Jokowi Ancam Cabut Izin Ekspor Perusahaan Batu Bara, Kenapa?

Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengatakan, pemenuhan batu bara domestik untuk mendukung operasional PLTU merupakan bentuk tanggung jawab Pemerintah.

"Artinya, penugasan penambahan kapasitas listrik terpasang tersebut tentu harus juga disertai dengan jaminan pasokan batu bara untuk operasional PLTU," katanya di Jakarta, Senin (3/1/2022).

Baca Juga: Ekspor Batu Bara Dilarang, Pengusaha Sudah Cuan Sepanjang 2021?

Menurut Abra, kondisi genting defisit pasokan batu bara untuk produksi listrik nasional ini menunjukkan bahwa masih ada sebagian dari pemegang konsesi batu bara belum memenuhi komitmennya dalam mendukung ketahanan energi nasional.

Dengan begitu, negara sebagai pemilik kekayaan SDA sudah sewajarnya memastikan kecukupan batu bara untuk hari operasional PLTU di atas 20 hari (HOP).

Follow Berita Okezone di Google News

Di tengah pemulihan ekonomi, lanjut Abra, di mana seluruh sektor membutuhkan pasokan listrik yang andal. Untuk itu, adanya potensi pemadaman listrik akibat shutdown PLTU akan menjadi malapetaka sosial ekonomi politik yang luar biasa besar.

"Kebijakan ini menjadi pelajaran penting bagi stakeholder industri batu bara," katanya.

Adanya kekhawatiran hilangnya potensi penerimaan negara dari sektor pertambangan, diperkirakan tidak akan melebihi dampak negatif padamnya pembangkit listrik sebesar 10,8 gigawatt (GW).

Pasalnya, pelanggan yang terdampak langsung dari terganggunya aktivitas pembangkit tersebut mencapai 10 juta pelanggan. Di sisi lain, kontribusi perpajakan dari sektor pertambangan hanyalah sebesar 4,8 persen.

"Sektor lain, perindustrian, perdagangan itu 22 persen masing-masing. Kalau tidak ada listrik, mereka juga enggak bisa beroperasi," katanya.

1
2

Berita Terkait

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini