Share
Nyalakan notifikasi untuk berita terbaru dari Okezone

Pro dan Kontra Penggunaan Ventilator untuk Membantu Kesembuhan Pasien Corona COVID-19

Martin Bagya Kertiyasa, Jurnalis · Kamis 16 April 2020 17:08 WIB
https: img.okezone.com content 2020 04 16 620 2200256 pro-dan-kontra-penggunaan-ventilator-untuk-membantu-kesembuhan-pasien-corona-covid-19-Nk2Mqf6uQ9.jpg Ventilator untuk Pasien Corona (Foto: Reuters)
A A A

VIRUS corona COVID-19 merupakan virus yang masuk lewat saluran pernapasan. Virus tersebut akan menyerang saluran pernapasan, dan menyebabkan infeksi di paru-paru.

Akibatnya, paru-paru akan terisi cairan karena adanya infeksi tersebut, dan membuat orang susah bernapas. Jika sudah parah, biasanya dokter akan menggunakan ventilator, untuk membawa oksigen ke paru-paru pasien.

Alat ini bertujuan untuk memperlancar sistem pernapasan pasien yang terganggu akibat infeksi virus SARS-CoV-2019. Tapi, menurut laporan Time, sudah banyak dokter yang menyarankan untuk berhenti menggunakan ventilator dalam perawatan COVID-19.

Pasalnya, ventilator malah menjadi bumerang kematian pasien COVID-19. Di Amerika Serikat, Pejabat New York menyatakan 80% pasien positif corona meninggal setelah mendapat perawatan dengan menggunakan ventilator.

Senada dengan laporan ini, The Associated Press (AP) menyebut beberapa dokter kini sudah mulai meninggalkan ventilator sebagai bagian dari perawatan pasien COVID-19. Ini sejalan dengan keluarnya data jumlah kasus meninggal akibat perawatan medis tersebut.

(Baca Juga : Pesona Dokter Cantik Stella Arzsa, Siap Ajak Kamu Berjuang Lawan Corona COVID-19)

Tiffany Osborn, spesialis perawatan kritis dari Fakultas Kedokteran Universitas Washington, menyatakan penggunaan ventilator sebenarnya dapat merusak paru-paru pasien.

"Penggunaan ventilator untuk pasien COVID-19 malah dapat merusak paru-paru, ini berdasar dari jumlah tekanan yang diberikan untuk membantu oksigen diproses oleh paru-paru," katanya, menurut laporan Business Insider.

Menambahkan dr Negin Hajizadeh, seorang dokter perawatan kritis paru di Hofstra/Northwell School of Medicine New York, menuturkan, ventilator memang baik untuk pasien pneumonia tapi tak cocok untuk pasien COVID-19. "Kami bisa katakan, terjadi kerusakan luar biasa di jaringan paru-paru pasien," tegasnya.

(Baca Juga : Waspada, Kulit Gatal dan Memerah Bisa Jadi Gejala COVID-19 yang Tak Terdeteksi)

Selain Amerika, negara lain yang mengonfirmasi bahayanya ventilator adalah China dan Inggris. Sehingga, dengan fakta ini laporan tersebut menegaskan, mempergunakan ventilator sebagai bagian dari penyembuhan pasien COVID-19 adalah langkah yang sangat salah.

Sekali lagi, ventilator hanya diperuntukkan untuk pasien penyakit pernapasan yang sangat parah, ketika alat ini digunakan untuk sembarang pasien, yang terjadi adalah kegagalan pernapasan yang berujung kematian.

Follow Berita Okezone di Google News

Dokter Joseph Habboushe, seorang dokter pengobatan darurat di Manhattan menjelaskan dengan tegas bahwa proses intubasi yang diberikan ke pasien COVID-19 malah memperburuk kondisi mereka. Proses penyembuhan pasien COVID-19 malah lebih cepat jika tidak menggunakan ventilator," paparnya.

Selain memicu kerusakan jaringan pada pasien COVID-19, penggunaan ventilator juga memungkinkan penularan virus menjadi aerosol alias airborne. Namun, dengan catatan dalam situasi atau pengaturan khusus, ketika melakukan prosedur atau perawatan pendukung yang menghasilkan aerosol.

(Baca Juga : Virus Corona COVID-19 Menyerang Pernapasan, 4 Sayuran Ini Baik untuk Kesehatan Paru-paru)

Contohnya apa saja? Yakni mulai dari prosedur medis seperti intubasi endotrakeal, bronkoskopi, penyedotan terbuka, pemberian pengobatan nebulisasi, ventilasi manual sebelum intubasi, mengubah pasien ke posisi tengkurap, memutus hubungan ventilator pada, ventilasi tekanan positif non-invasif, trakeostomi, dan resusitasi kardiopulmoner.

Dalam penelitian eksperimental ini dikatakan, aerosol dihasilkan menggunakan nebulizer tiga jet Collison dan dimasukkan ke dalam drum Goldberg dalam kondisi laboratorium yang terkontrol. Ini adalah mesin berdaya tinggi yang tidak mencerminkan kondisi batuk normal pada manusia.

(Baca Juga : Bintang Tsurayya Muncul, Tanda-Tanda Wabah Corona Berakhir?)

Penemuan virus COVID-19 dalam partikel aerosol hingga 3 jam, diketahui tidak semata-mata mencerminkan pengaturan klinis di prosedur penghasil aerosol dilakukan yaitu adalah prosedur penghasil aerosol yang diinduksi secara eksperimental.

Informasi terbaru, Pemerintah Indonesia baru saja menyatakan kesiapannya dalam memproduksi ventilator lewat 3 industri strategis milik pemerintah. Kesiapan memproduksi ventilator disampaikan oleh PT LEN, PT PINDAD dan PTDI.

Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko mengatakan, Presiden Jokowi telah menginstruksikan agar mengoptimalkan sumber daya dalam negeri yang dimiliki. Selain itu juga memberikan relaksasi perizinan, serta mengoptimalkan penggunaan komponennya dari dalam negeri.

"Peluang memproduksi ventilator dalam negeri ini untuk mencukupi kebutuhan alat bantu pernapasan bagi pasien covid-19,” ujar Moeldoko.

Informasi lain, Dirut PT LEN Zakky Gamal menargetkan bisa memproduksi ventilator hingga 50 unit per hari pada bulan Mei. Senada, Dirut Pindad, Abraham Mose juga menyatakan kesiapan dalam mendukung produksi ventilator dalam negeri. Pindad menargetkan bisa produksi 40 unit ventilator per hari.

(Baca Juga : Humor Gus Dur, Wali Songo dan Wali Sepuluh)

Sementara itu, Dirut PT Dirgantara Indonesia (PTDI), Elfien Goentoro mengatakan, PTDI menargetkan bisa memproduksi 1.000 ventilator dalam satu minggu.

Penanganan COVID-19 memang harus dilakukan secara komprehensif. Tidak bisa hanya mengandalkan satu dokter spesialis saja, melainkan banyak dokter dan pakar kesehatan lainnya.

Terlebih, ketika pasien COVID-19 datang dengan penyakit penyerta yang memperburuk kondisinya. Dalam situasi tersebut, tentu upaya untuk menolong nyawa pasien tidak hanya menggunakan obat-obatan, penggunaan ventilator pun menjadi barang penting.

1
3

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini