Share
Nyalakan notifikasi untuk berita terbaru dari Okezone

Lawang Sewu, Saksi Bisu Perjuangan Pahlawan Indonesia di Semarang Jawa Tengah

Dimas Andhika Fikri, Jurnalis · Minggu 16 Agustus 2020 17:01 WIB
https: img.okezone.com content 2020 08 16 620 2263107 lawang-sewu-saksi-bisu-perjuangan-pahlawan-indonesia-di-semarang-jawa-tengah-n7JKRxm4Wq.jpg Lawang Sewu (Foto : @put3dny/Instagram)
A A A

Bertepatan dengan momen Hari Kemerdekaan RI ke-75 yang jatuh setiap tanggal 17 Agustus, tidak ada salahnya kita mengenang kembali jasa-jasa para pahlawan yang telah gugur. Pasalnya, berkat perjuangan merekalah, Indonesia berhasil merebut kemerdekaan dari tangan para penjajah.

Salah satu cara yang bisa Anda lakukan untuk mengenang jasa-jasa mereka adalah dengan melakukan perjalanan wisata bersejarah. Negara kita memang memiliki banyak sekali destinasi-destinasi wisata sejarah yang menjadi saksi bisu perjuangan pahlawan Indonesia melawan penjajah. Contohnya Lawang Sewu di Kota Semarang, Jawa Tengah.

Lawang Sewu

(Foto : @aslisemarang/Instagram)

Di tempat ini, wisatawan akan disuguhkan oleh berbagai informasi menarik tentang perkembangan kota Semarang dari masa ke masa, serta melihat secara langsung peninggalan-peninggalan bersejarah. Selain itu, terdapat pula cerita-cerita misteri yang sayang untuk dilewatkan. Semakin penasaran kan? Berikut Okezone rangkumkan ulasan lengkap tentang daya tarik Lawang Sewu dan bagaimana cara menuju ke sana.

Sejarah Lawang Sewu

Mengutip situs resmi heritage.kai.id, Minggu (16/8/2020), Gedung Lawang Sewu dibangun secara bertahap di atas lahan seluas 18.232 meter persegi. Bangunan utama dimulai pada 27 Februari 1904 dan selesai pada Juli 1907. Sedangkan bangunan tambahan dibangun sekitar tahun 1916 dan selesai tahun 1918.

Pada bulan Juli 1907, Lawang Sewu digunakan sebagai Kantor Pusat Administrasi Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) yang merupakan perusahaan kereta api swasta milik Belanda. Barulah pada tahun 1942-1945, Lawang Sewu diambil alih oleh Jepang dan digunakan sebagai Kantor RIyuku Sokyoku (Jawatan Transportasi Jepang).

Lawang Sewu

(Foto : @irvanhardri/Instagram)

Sejak kedudukan Jepang, fungsi Lawang Sewu langsung berubah total. Bukan tanpa alasan, pada saat itu Semarang dianggap sebagai kota terpenting untuk mengeruk sumber daya alam dari pedalaman Jawa Tengah. Alhasil, Jepang pun memutuskan untuk mengubah Lawang Sewu menjadi tempat pengawasan angkatan darat, sekaligus menyulapnya menjadi penjara dan tempat penyiksaan untuk masyarakat Indonesia.

Lokasi penjara yang dimaksud berada di ruang bawah tanah Lawang Sewu. Jepang sengaja mengurangi volume air yang terdapat pada tempat itu untuk membuat penjara jongkok berukuran 2x3 meter. Jepang juga membuat penjara berdiri berukuran 1x1 meter di tempat yang sama. Penjara ini diklaim sering digunakan untuk menampung lima sampai hingga enam orang dewasa sekaligus. Karena tempatnya sangat kecil dan sempit, tentu sangat menyiksa para tahanan, Mereka tidak bisa berpindah posisi dan seringkali kekurangan oksigen untuk bernapas.

Potret kelam itu ternyata masih berlanjut. Jepang juga menambahkan meja-meja khusus untuk digunakan sebagai lokasi pemenggalan kepala tahanan di ruang bawah tanah. Di dekatnya, terdapat pula lubang pembuangan yang menghubungkan ruangan tersebut ke halaman belakang gedung untuk membuang mayat-mayat yang tewas perlahan di penjara.

Namun pada tahun 1946, Lawang Sewu akhirnya berhasil direbut kembali oleh Belanda dan digunakan sebagai markas tentara mereka. Gedung bersejarah ini baru jatuh di tangan pemerintah Indonesia setelah pengakuan kedaulatan RI tahun 1949, dan digunakan sebagai Kodam IV Diponerogo.

Follow Berita Okezone di Google News

Keunikan dan aktivitas yang bisa dilakukan di Lawang Sewu

Bangunan Lawang Sewu dirancang oleh Prof. Jakob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag, arsitek dari Amsterdam dengan ciri doimnan berupa elemen lengkung dan sederhana. Bangunan di desain menyerupai huruf L serta memiliki jumlah jendela dan pintu yang banyak sebagai sistem sirkulasi udara. Karena jumlah pintunya yang banyak, masyarakat kemudian menamainya dengan Lawang Sewu atau berarti seribu pintu.

Selain desain bagunannya yang unik, Lawang Sewu memiliki ornamen kaca patri pabrikan Johannes Lourens Schouten. Kaca patri ini bercerita tentang kemakmuran dan keindahan Jawa, kekuasaan Belanda atas Semarang dan Batavia, kota maritim serta kejayaan kereta api.

Lawang Sewu

(Foto : @lawangsewu_semarang/Instagram)

Ragam hiasan lainnya antara lain ornamen tembikar pada bidang lengkung di atas balkon, kubah kecil di puncak menari air yang dilapisi tembaga, dan puncak menara dengan hiasan perunggu. Saat ini, Gedung Lawang Sewu dimanfaatkan sebagai museum yang menyajikan beragam lokasi dari masa ke masa perkeretaapian di Indonesia.

Koleksi yang dipamerkan antara lain: koleksi Alkmaar, mesin Edmonson, mesin hitung, mesin tik, replika lokomotif uap, surat berharga, dan masih banyak lagi. Lawang Sewu juga menyajikan proses pemugaran gedung yang terdiri dari foto, video, dan material restorasi. Mendekati pintu keluar, terdapat perpustakaan berisikan buku-buku tentang kereta api.

Tiket masuk dan cara menuju ke Lawang Sewu

Setelah sempat menjalani beberapa kali pemugaran, Gedung Lawang Sewu kini beroperasi setiap hari dengan waktu operasional mulai pukul 07.00 – 21.00 WIB. Harga tiket masuknya cukup terjangkau yakni, Rp10 ribu untuk orang dewasa dan Rp5 ribu untuk anak-anak dan pelajar. Selain itu, pihak pengelola juga menyediakan sejumlah fasilitas pendukung seperti toilet, mushola, ruang laktasi, perpustakaan, smoking area, ruang p3k dan pojok kuliner.

Cara menuju Lawang Sewu relatif sangat mudah. Tempat ini terletak di jantung kota Semarang, tepatnya di Komplek Tugu Muda, Jl Pemuda, Sekayu, Kota Semarang, Jawa Tengah. Bagi Anda yang traveling menggunakan kereta api, bisa turun di Stasiun Tawang yang jaraknya hanya 3,4 km, atau memakan waku kurang dari 15 menit saja. Tidak perlu khawatir, di Semarang juga sudah ada fasilitas ojek online yang bisa Anda manfaatkan untuk menghemat pengeluaran.

1
2

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini