INDONESIA termasuk negara darurat stunting. Peran remaja menjadi hal penting mencegah stunting. Apa kaitannya?
Data Riskesdas 2018 menunjukkan, 8,7 persen remaja usia 13-15 tahun dan 8,1 persen remaja usia 16-18 berada dalam kondisi kurus dan sangat kurus.
Global Health survei 2015 menunjukkan, penyebabnya antara lain remaja jarang sarapan, 93 persen kurang makan serat sayur buah. Ditambah angka pernikahan remaja di Indonesia tinggi, padahal hal ini berkontribusi pada kejadian stunting.
Baca Juga: Kabar Baik, Penambahan Kasus Covid-19 di Indonesia Cenderung Menurun!
Remaja belum aware pentingnya gizi dan stimulasi yang tepat. Pengetahuan mereka sangat terbatas tapi mereka harus menikah, hamil dan jadi ibu.
Diungkapkan Pakar Kesehatan Dokter Reisa Broto Asmoro, remaja Indonesia harus dapat ilmu basic mencegah stunting untuk mempersiapkan masa depannya. Kalau belum dapat ilmunya, mereka akan kesulitan dalam membangun keluarga di masa depan.
"Indonesia termasuk negara emergency thdp stunting maka harus berubah. Kalau terlanjur stunting, enggak bisa dikembalikan pada kondisi awal," ucap Dokter Reisa saat webinar Tanoto Foundation “Saatnya Remaja Cegah Stunting”, Rabu (26/8/2020).
Kenapa butuh peran remaja? Disebutkan Dokter Reisa, remaja adalah calon orangtua di masa depan. Sayangnya, di sekolah mereka tidak pernah mendapatkan ilmu parenting.
"Ilmu parenting bisa dimasukkan dalam pelajaran remaja. Kenapa? ilmu enggak bisa sekali dikasih, langsung tahu dan dijadikan kebiasaan. Kalau enggak dijadikan kebiasaan tentu akan sangat sulit," ungkapnya.
Follow Berita Okezone di Google News