Walaupun kebijakan bekerja dari rumah (work from home) diberlakukan per 16 Maret 2020 hingga awal April 2020, kegiatan birokrasi dan pelayanan publik dinilai harus tetap terlaksana secara langsung. Lantaran pemikiran tersebut, kemunculan bilik sterilisasi seperti menjawabnya. Layanan tatap muka nantinya bisa terlaksana lagi dengan jaminan semprotan 'sakti' disinfektan.
Permintaan pembuatan bilik sterilisasi tidak bisa dianggap hanya berkutat di industri kecil. Jika Istana Negara hanya mampu memesan satu set, Bu Risma sudah ingin menempatkan bilik di tempat umum se-Kota Surabaya. Setidaknya ada 31 bilik yang dibutuhkan untuk ditempatkan di setiap kecamatan.
(Baca Juga: 2 Bilik Sterilisasi Dipasang di Bandara Juanda Cegah Covid-19)
Bahkan grup filantropi Dompet Dhuafa akan menyumbangkan 1.000 bilik sterilisasi di lingkungan yang membutuhkan. Masifnya gerakan pengadaan bilik sterilisasi memang terdorong oleh pemberitaan media tanpa menilik lagi kalibrasi alat ini dalam melumpuhkan virus.
Semuanya berbasis bisnis. Bermunculanlah produsen bilik sterilisasi yang menawarkan ke berbagai instansi. Ada dari grup BUMN, seperti IT Telkom dan PT. Pindad hingga suplier swasta. Banderol bilik sterilisasi sekira Rp 10 juta-Rp 15 juta dinilai masih masuk pagu anggaran. Dibandingkan risiko terpapar COVID-19, disemprot disinfektan setiap hari lebih dinilai aman.
(Baca Juga: Penelitian Terbaru, Penderita Corona COVID-19 Kehilangan Rasa di Lidah)
Rasa nyaman dan aman kala suasana genting memang membawa manusia selalu cenderung mengambil keputusan cepat. Bilik sterilisasi dianggap mampu menjawab keraguan atas kondisi steril yang diharapkan saat wabah penyakit melanda. Setelah COVID-19 berlalu, kemanakah bilik-bilik sterilisasi itu berlabuh?
Follow Berita Okezone di Google News
(ful)