Sementara dalam Kitab Hasiah Jamal juz 4 halaman 509, dijelaskan bahwa seorang Muslimah boleh menjadi wanita karier apabila memenuhi tiga syarat berikut ini:
1. Aman dari fitnah, yakni aman dari hal-hal yang membahayakan dirinya, hartanya, serta aman dari maksiat.
2. Suami miskin atau tidak mampu menafkahi keluarganya.
3. Mendapat izin dari wali/suami jika suami masih mampu memberi nafkah.
Pada hakikatnya wanita bisa mendapatkan gelar sholihah apabila ia mampu melaksanakan kewajibannya, yaitu taat kepada Allah dan Rosul-Nya dan ia mau mendengar, patuh, dan taat kepada suaminya.
Adapun kriteria istri yang sholehah dijelaskan dalam kisah ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menghadapi permasalahan dengan istri-istrinya sampai ia bersumpah tidak akan mencampuri mereka selama sebulan. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تآئِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سآئِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا
“Jika sampai Nabi menceraikan kalian, mudah-mudahan Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari kamu, perempuan-perempuan yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang beribadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.”(At-Tahrim:5)
Dalam ayat di atas disebutkan beberapa sifat istri yang shalihah, yaitu:
a. Muslima: Yaitu wanita-wanita yang ikhlas kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tunduk kepada perintah Allah ta’ala dan perintah Rasul-Nya.
b. Mukminat: Yaitu wanita-wanita yang membenarkan perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
c. Qanitat: Yauty wanita-wanita yang taat.
d. Taibat: Yaitu wanita-wanita yang selalu bertaubat dari dosa-dosa mereka, selalu kembali kepada perintah (perkara yang ditetapkan) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun harus meninggalkan apa yang disenangi oleh hawa nafsu mereka.
e. Abidat: Yaitu wanita-wanita yang banyak melakukan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (dengan mentauhidkannya karena semua yang dimaksud dengan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an adalah tauhid, kata Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma).
f. Shoimat: Yaitu wanita-wanita yang berpuasa. (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 18/126-127, Tafsir Ibnu Katsir, 8/132).
Namun puasa sunah harus seizin suami sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya”. (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026).
Follow Berita Okezone di Google News
(abp)