Pandemi Covid-19 berdampak luar biasa untuk kehidupan manusia. Salah satunya bisa dilihat dari terjadi lonjakan kasus penyakit tertentu selama pandemi berlangsung.
Ya, gegara pandemi, penyakit seperti gangguan mental, penyakit kronis, hingga gangguan obsesif-kompulsif meningkat. Luar biasanya, peningkatan kasusnya tinggi dan ini perlu mendapat perhatian semua orang.
Seperti apa kasus setiap penyakit tersebut, berikut ulasan lengkapnya:
1. Gangguan mental
Menurut laporan Live Science, kecemasan, depresi, dan pikiran untuk bunuh diri meroket di tengah pandemi Covid-19. Laporan ini dikeluarkan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC).
CDC menemukan bahwa orang dewasa muda sangat rentan terhadap gangguan mental ini. Para peneliti studi menganalisis informasi lebih dari 5.400 orang dewasa Amerika Serkat berusia 18 tahun ke atas dengan bantuan survei pada akhir Juni 2020.
Dari survei tersebut diketahui fakta bahwa persentase orang Amerika yang melaporkan gejala gangguan kecemasan meningkat sekitar tiga kali lipat dan persentase pelaporan gejala gangguan depresi meningkat sekitar empat kali lipat. Data ini dibandingkan dengan tingkat survei yang pernah dilakukan pada periode yang sama di 2019 atau sebelum pandemi muncul.
Secara keseluruhan, dalam survei 2020 diketahui bahwa sekitar 41 persen peserta melaporkan gejala setidaknya satu kondisi kesehatan mental; dengan 31 persen mengalami gejala kecemasan atau depresi, 13 persen memulai atau meningkatkan konsumsi alkohol untuk mengatasi stres yang terkait dengan pandemi, dan hampir 11 persen melaporkan bahwa mereka serius mempertimbangkan bunuh diri.
Jika dilihat dalam kelompok usia, yang paling banyak mengalami gangguan mental selama pandemi adalah kelompok usia 18 hingga 24 tahun dengan persentase kasus, gejala kecemasan atau gangguan depresi (63%), penggunaan zat berbahaya atau mengonsumsi alkohol (25%), dan mempertimbangkan bunuh diri (25%).
Sebagai perbandingan, jika dilihat pada survei nasional pada 2018, sekitar (14%) dewasa uda melaporkan episode depresi berat dan (11%) melaporkan pikiran serius untuk bunuh diri dalam satu tahun terakhir.
Laporan ini terbit di jurnal Morbidity and Mortality Weekly Report pada Kamis, 13 Agustus 2020. Salah satu kesimpulan yang ditarik peneliti adalah pandemi jelas memberi pengaruh pada gangguan mental, khususnya untuk orang dewasa muda.
Baca Juga : Pesona Chef Renatta Moeloek Bergaya Urban Style di MasterChef Indonesia
2. Penyakit kronis
Tidak ada yang membahayakan daripada pandemi Covid-19 bagi orang dengan penyakit tidak menular (PTM) seperti diabetes, kanker, masalah pernapasan, atau kondisi kardiovaskular, menurut hasil studi terbaru yang dilakukan di UNSW Sydney.
Pasien PTM atau penyakit kronis itu menjadi lebih rentan terpapar atau bahkan meninggal dunia akibat Covid-19. Di sisi lain, kelompok pasien ini pun mengalami masalah lanin yaitu makan tidak sehat, penyalahgunaan zat, isolasi sosial, dan ini merugikan untuk pasien PTM.
Menurut laporan Science Daily, para peneliti juga menemukan bahwa Covid-19 menggangu layanan kesehatan mereka yang sejatinya sangat dibutuhkan pasien PTM untuk mengelola kesehatan mereka.
Penulis utama studi yang diterbitkan di Frontiers in Public Health, Uday Yadav, dari UNSW Medicine, mengatakan bahwa interaksi antara PTM dengan Covid-19 penting untuk dipelajari, karena data global menunjukkan kematian terkait Covid-19 secara tidak proporsional tinggi di antara pasien PTM.
"Studi ini menggambarkan efek negatif dari sindrom Covid-19 yang sering dikenal sebagai 'epidemi sinergis', istilah yang diciptakan oleh antropolog medis Merrill Singer pada 1990-an untuk menggambarkan hubungan antara HIV/AIDS, penyalahgunaan zat dengan kekerasan," kata Yadav.
Ia pun kemudian menerapkan istilah tersebut untuk kasus pasien PTM yang terdampak pandemi Covid-19. "Jadi, orang-orang mengenal Covid-19 sebagai pandemi, tapi kami menganalisanya melalui lensa sindrom untuk menentukan dampak Covid-19 dan pandemi ini di masa depan pada pasien PTM," sambung Yadav.
PTM, sambung Yadav, merupakan hasil kombinasi faktor genetik, fisiologis, lingkungan dan perilaku, dan tidak ada perbaikan yang cepat seperti vaksin atau obatnya. Jadi, tidak mengherankan kalau ahli medis menemukan bahwa keterpaparan pasien PTM terhadap faktor risiko PTM-nya meningkat di tengah pandemi.
"Dan mereka lebih rentan tertular Covid-19 karena interaksi sindrom antara faktor biologis dan sosio-ekologis. Bukti yang kami analisa juga menunjukkan adanya manajemen diri yang buruk pada pasien PTM di tingkat komunitas dan Covid-19 pun menggangu layanan kesehatan masyarakat yang sangat diandalkan pasien PTM," terang Yadav.
Follow Berita Okezone di Google News