RADEN Adjeng Kartini merupakan pahlawan nasional yang memperjuangkan hak-hak kaumnya (emansipasi wanita). Sebagai penghormatan, setiap hari lahirnya yaitu 21 April diperingati sebagai Hari Kartini.
Contoh yang diperjuangkan wanita kelahiran Jepara 1879 itu yakni perempuan tak mesti terkungkung dalam urusan masak memasak di dapur, namun juga mesti punya kesempatan menjadi wanita karir. Dan perjuangan Kartini pun berhasil, wanita tak lagi mutlak di bawah kendali laki-laki dalam beberapa aspek sosial.
Lalu bagaimana pandangan Islam tentang perjuangan meraih emansipasi wanita tersebut? Di dalam Islam, perempuan adalah sosok yang dimuliakan, bukan sosok yang diabaikan perannya seperti zaman sebelum Kartini di Indonesia.
"Islam sangat memuliakan wanita. Lahirnya Islam juga dalam rangka pembebasan perempuan dari diskriminasi dan 'penjajahan' budaya jahiliah. Banyak hadist yang menerangkan kemuliaan perempuan," ujar Sekretaris Dewan Keluarga Masjid (DKM), Masjid El Syifa Ciganjur, Ustadz Hadi Saifullah saat dihubungi Okezone, Selasa (21/4/2020).
Salah satu hadist yang menjelaskan bahwa Rasulullah sangat memuliakan perempuan, yaitu: "Seorang sahabat bertanya kepada Nabi; Wahai Rasulullah, kepada siapakah seharusnya aku harus berbakti pertama kali?. Nabi memberikan jawaban dengan ucapan; Ibumu sampai diulangi tiga kali, baru kemudian yang keempat Nabi mengatakan Ayahmu". (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548).
Baca Juga: Kisah RA Kartini Nyantri ke Mbah Soleh Darat
Hadis di atas menegaskan posisi perempuan dalam Islam. "Ini bukti Islam memuliakan perempuan," ucap Hadi.
Meski demikian hadis tersebut tidak ada kaitannya dengan emansipasi yang diperjuangkan Kartini. "Jangan samakan emansipasi dalam Islam dengan pandangan feminis sekuler. Islam tetap menempatkan perempuan pada kodrat penciptaannya," tuturnya.
Sementara itu berkat sebagian perjuangan Kartini, perempuan Indonesia kini bisa jadi wanita karir. Lalu bagaimana hukum wanita karir dalam Islam?
Baca Juga: Hasrat RA Kartini untuk Mengungkap Arti Ayat-Ayat Al-Qur'an
Dikutip dari laman Tebuireng pada Selasa (21/4/2020), Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Almara memaparkan hadis riwayat Imam Bukhori di bawah ini:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ ، حَدَّثَنَا يَحْيَى ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ ، قَالَ : حَدَّثَنِي نَافِعٌ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح وَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ صَبَّاحٍ ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ زَكَرِيَّاءَ ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ ، عَنْ نَافِعٍ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ : ” السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ حَقٌّ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِالْمَعْصِيَةِ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ “.
Artinya: “Telah menceritakan kepada kita Musyadad, telah menceritakan kepada kita Yahya, dari Abdillah, Abdillah berkata: telah menceritakan kepada saya Nafi’, dari Ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma , dari Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam. Dan telah menceritakan kepada saya Muhammad bis Shobaah, telah menceritakan kepada kita Ismail bin Zakaria, dari Ubaidillah, dari Nafi’, dari Ibni Umar radliyallahu ‘anhuma, dari Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam berkata: Mendengar dan taat (dari istri kepada suami, murid kepada guru, dll) adalah wajib, selama tidak diperintahkan dengan kemaksiatan. Jika diperintahkan dengan kemaksiatan , maka tidak wajib mendengar dan menaati.” Hadis No. 2955.
Berdasarkan hadis di atas, wanita karir sekalipun lebih tinggi prestasinya dibanding pasangan, tetap wajib mendengarkan dan taat perintah suaminya selama itu sesuai syariat agama.
Baca Juga: Hari Kartini, Bagaimana Pandangan Islam terhadap Wanita Karir?
Follow Berita Okezone di Google News