Share
Nyalakan notifikasi untuk berita terbaru dari Okezone

Busyro Muqoddas dan Marzuki Darusman Gugat UU Peradilan HAM, MK Janji Segera Tindaklanjuti

Irfan Maulana, Jurnalis · Kamis 08 September 2022 10:47 WIB
https: img.okezone.com content 2022 09 08 620 2663264 busyro-muqoddas-dan-marzuki-darusman-gugat-uu-peradilan-ham-mk-janji-segera-tindaklanjuti-zMl3scoET4.jpg Ilustrasi. (Foto: Freepik)
A A A

JAKARTA - Mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman dan Mantan Ketua KPK M. Busyro Muqoddas menggugat atau mengajukan uji materiil Pasal 5 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU HAM).

Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono Suroso menyatakan, semua gugatan yang masuk ke MK akan ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur dan hukum acara yang berlaku.

"Setelah berkas permohonan diterima, diverifikasi kelengkapannya, kalo sdh lengkap diregistrasi, baru nanti disidangkan," ujarnya kepada MNC Portal Indonesia, Kamis, (8/9/2022).

Untuk itu, pihaknya akan mengkaji terlebih dahulu gugatan tersebut. "Siapapun pemohonnya," kata Fajar.

Agung Marzuki Darusman dan Busyro Muqoddas mendaftar permohonan uji materiil Pasal 5 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang HAM ke MK pada pada Rabu (7/9/2022).

Pendaftaran itu diwakili oleh tim universalitas HAM yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Themis Indonesia, LBH PP Muhammadiyah dan LBH Pers.

Perwakilan Themis Indonesia, Nanang Farid Syam mengatakan pendaftaran permohonan merupakan upaya internasional yang dilakukan agar HAM dapat terjaga dengan baik dan Indonesia menjadi harus sungguh-sungguh dalam menangani persoalan HAM.

Ketua AJI Indonesia, Sasmito Madrim dari AJI mengungkapkan tujuan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut untuk menegaskan semua pelanggaran HAM di dunia bisa diadili di Indonesia.

“Tentu kita berharap menjadi dorongan di Tanah Air masih banyak beberapa kasus pelanggaran HAM di masa lalu belum tuntas penyelesaiannya. Jadi kita berharap ini akan menjadi diskusi di Tanah Air dan kasus-kasus HAM berat di masa lalu bisa terselesaikan di Indonesia. Sehingga ada dua tujuan kami ke sini pertama kejahatan HAM di dunia bisa diatasi di Indonesia dan pelanggaran HAM berat di Indonesia dapat terselesaikan dengan tuntas oleh Pemerintah,” papar Sasmito.

Follow Berita Okezone di Google News

Jika ditarik ke belakang, Sasmito menjelaskan perlakuan Junta Militer Myanmar yang mengeksekusi pro demokrasi, termasuk di dalamnya jurnalis. Menurutnya, hal tersebut merupakan kejahatan HAM. Dengan adanya upaya melalui pengujian UU HAM, maka diharapkan kejahatan HAM tidak terjadi di Indonesia maupun negara lain di dunia.

“Apa yang dilakukan oleh jurnalis termasuk perjuangan HAM untuk publik agar mendapatkan informasi kejahatan HAM dapat diketahui oleh masyarakat mendunia. Karena itu kita berharap melalui upaya hukum ini penjahat HAM di Myanmar khususnya di negara-negara lain di dunia itu ketika kunjung ke Indonesia (Jakarta) bisa diadili di Indonesia. Kita ingin memastikan kejahatan HAM itu tidak terjadi di seluruh wilayah negara lain di dunia termasuk di Indonesia,” ujar Sasmito.

Penghormatan Kasus Munir

Kuasa Hukum pemohon, Feri Amsari menjelaskan, adanya pendaftaran permohonan tersebut juga sebagai penghormatan tuntutan HAM atas kasus Munir. Ia pun menyebut bahwa Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan agar Indonesia menjadi bagian dari perdamaian dunia.

“Konstitusi kita (UUD 1945) sebenarnya melindungi hak setiap orang makanya ada frasa ‘Setiap orang berhak mendapatkan bantuan hukum yang adil, yang sama di hadapan hukum’ (Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945) yang kemudian menjadi pertimbangan kita bagaimana setiap orang ini mempunyai hak untuk dilindungi. Lalu kalau kita ingat di dalam preambule dan para bapak bangsa bermimpi negara Indonesia dimasa depan yang merdeka ini betul-betul terlibat dalam upaya perdamaian dunia dan penegakkan hukum yang adil. Bagi seluruh masyarakat umum tidak hanya masyarakat Indonesia. Karena konstitusi kita azas universalitas perlindungan manusia makanya bahasanya setiap orang tidak hanya setiap warga negara. Oleh karena itu harusnya UU perlindungan HAM atau UU apapun fungsinya melindungi tidak hanya hak warga negara tetapi setiap orang,” terang Feri.

Menurut Feri, peran Indonesia dalam melindungi negara “saudaranya” se-Asia Tenggara sangat penting. Apalagi Jakarta merupakan ibu kota ASEAN yang sering disinggahi para pemimpin negara yang melakukan pelanggaran berat tersebut.

“Peran Indonesia dalam perlindungan HAM universal dapat dilakukan jika frasa ‘oleh warga negara Indonesia’ dihapus Mahkamah Konstitusi. Itu sebabnya Para Pemohon mengajukan dihapuskannya frasa itu di MK agar HAM warga Myanmar dan warga negara lainnya terlindungi,” jelasnya.

Dalam permohonan yang baru mendapatkan Akta Pengajuan Permohonan Pemohon (AP3) dengan Nomor 87/PUU/PAN.MK/AP3/09/2022 tersebut, para Pemohon mendalilkan frasa “oleh warga negara Indonesia” dalam Pasal 5 UU HAM sangat terang benderang bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia yang terdapat dalam UUD 1945. Hak asasi manusia yang melekat pada setiap orang dari lahir tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, termasuk oleh keberadaan frasa “oleh warga negara Indonesia”

Dalam permohonan yang baru mendapatkan Akta Pengajuan Permohonan Pemohon (AP3) dengan Nomor 87/PUU/PAN.MK/AP3/09/2022 tersebut, para Pemohon mendalilkan frasa “oleh warga negara Indonesia” dalam Pasal 5 UU HAM sangat terang benderang bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia yang terdapat dalam UUD 1945. Hak asasi manusia yang melekat pada setiap orang dari lahir tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, termasuk oleh keberadaan frasa “oleh warga negara Indonesia”.

Hal tersebut yang menyebabkan frasa a quo mengabaikan nilai-nilai yang diyakini rakyat Indonesia dalam UUD 1945. Apalagi atas pengalaman di masa lalu, Indonesia berjanji dalam konstitusinya untuk ikut terlibat dalam perdamaian dunia, sebagaimana dengan tegas dinyatakan dalam preambule UUD 1945, yaitu: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.

Menurut para Pemohon, Pembukaan UUD 1945 itu menunjukan bahwa kepekaan bangsa Indonesia terkait nasib bangsa-bangsa lain di dunia. Indonesia sedari awal tidak pernah berniat untuk menjalankan pemerintahannya dan tidak memperdulikan kondisi bangsa-bangsa di sekitarnya. Sedari awal gagasan HAM yang dianut Indonesia adalah HAM yang universal termasuk dalam proses penegakan hukumnya. Dengan demikian, keberadaan frasa “oleh warga negara Indonesia” tidak sesuai semangat Pasal 28I ayat (1) dan Pembukaan UUD 1945 sebagaimana dikemukakan di atas.

Selain itu, para Pemohon dalam permohonannya juga mengatakan dalam berbagai peristiwa pelanggaran HAM telah terjadi kekosongan hukum. Dalam kasus penganiayaan suku Rohingya, contohnya, pelaku pelanggaran HAM tidak dapat dibawa ke pengadilan pidana internasional (International Criminal Court) hanya karena Myanmar bukanlah negara pihak yang menandatangani Statuta Roma. Pelaku kejahatan HAM di Myanmar dapat dengan mudah lolos. Indonesia sendiri yang dituntut oleh UUD 1945 untuk terlibat aktif melindungi ketertiban dunia sama sekali tidak berupaya untuk memastikan pelaku pelanggaran HAM dapat diadili dalam lingkup teritorial hukum Indonesia jika kemudian pelaku memasuki wilayah Tanah Air.  

1
2

Berita Terkait

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini