JAKARTA – Faktor negative cycle dinilai menjadi penyebab tidak berkembangnya industri solar PV di Indonesia. Negative cycle yang terjadi akibat ada limited capacity sehingga low economic scale tidak tercapai.
“Kalau industri ini mau ditumbuhkan di hulunya, ada peluang bisnis, menyerap tenaga kerja, dan meningkatkan kemampuan nasional,” kata Ketua Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia (APMSI) Linus Andor Maulana pada webinar yang digelar, Jakarta, Kamis (24/3/2022).
Baca Juga: Bukit Asam-Jasa Marga Bangun PLTS di Tol Bali Mandara
Menurut Linus, di Indonesia banyak tambang kuarsit untuk dikembangkan. Namun untuk itu perlu investasi yang cukup besar. Untuk penambangan dan pengolahan konsentrat kuarsit dan dikembangkan menjadi kuarsa murni diperlukan investasi USD160 juta. Reduksi dan pemurnian dari kuarsa murni ke metalurgical grade investasinya USD455 juta.
“Dan untuk menjadi produk elektronika dan chemical, solar cell dibutuhkan investasi USD250 juta,” kata dia.
Linus menambahkan dalam pengembangan industri solar PV agar dapat berkesinambungan perlu strategic partnership dengan join investment dalam pembangunan pabrik, melakukan transfer technology, supply raw material, dan dapat memberikan akses untuk global supply chain.
Direktur Utama Pertamina NRE Danif Danusaputro mengatakan PLTS yang sudah dipasang Pertamina NRE kebanyakan berada di lingkungan Pertamina. “200 MW target terpasang tahun ini. kebanyakan adalah rooftop,” kata Danif.
Dia menambahkan dari sisi benefit, seharusnya ini sesuatu yang mudah untuk dijual, terutama untuk sister company Pertamina NRE. “Key challenge dari sisi affordability, grid connectivity, regulatory barriers, dan access to financing. Regulatory barrier, menurut saya Indonesia masih single buyer, menjadi challengen untuk pemain di renewable,” kata Danif.
Follow Berita Okezone di Google News