JAKARTA - Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi menyatakan semua agama melarang praktik gratifikasi. Orang yang beragama semestinya mampu mencegah praktik gratifikasi dari diri sendiri, baik menerima maupun memberi karena bertentangan dengan ajaran agama.
Hal ini diungkapkan Zainut Tauhid saat menjadi pembicara kunci dalam gelaran diseminasi buku ‘Gratifikasi dalam Perspektif Agama’ secara daring kerjasama Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Dengan terbitnya buku Gratifikasi dalam Perspektif Agama, masyarakat diharapkan dapat memahami substansi gratifikasi dengan benar. Komisi Pemberantasan Korupsi bersama Kementerian Agama sepakat bahwa pemuka agama memainkan peran vital dalam diseminasi pengetahuan tentang gratifikasi," ujarnya, Rabu (8/7/2020).
Baca juga: Mana Lebih Baik, Kurban Sapi Apa Kambing?
"Hal tersebut dikarenakan posisi vital pemuka agama sebagai tempat rujukan umat dalam memberikan fatwa perihal hukum agama," sambungnya.
Gratifikasi dalam perspektif Islam
Dalam fikih agama Islam, terminologi hadiah diartikan sebagai pemberian barang/benda dari seseorang semasa hidupnya kepada orang lain, dari harta yang dimilikinya secara fisik (bukan dimiliki manfaatnya saja). Hadiah dimaksudkan sebagai penghormatan atau bertujuan memuliakan si penerima, diberikan tanpa syarat dan harapan akan suatu imbalan.
"Bagaimana dengan gratifikasi ilegal atau pemberian yang melanggar ketentuan PMA Nomor 34 Tahun 2019? Tentu tidak memenuhi syarat itu. Bahkan secara spesifik, Islam menamai praktik ini ke dalam pengertian ghulul atau korupsi," kata Zainut seperti dikutip dari laman resmi Kemenag RI.
Menurutnya hadiah bisa menjadi haram jika bertujuan melanggar hukum syariat, memengaruhi keputusan publik, dan sebagainya.
Dalam Hadist Riwayat Abu Daud, Al-Hakim, dan Ibnu Huzaimah, dinyatakan bahwa apa yang diambil oleh seseorang yang diangkat sebagai pegawai dari selain gaji adalah ghulul.
"Mengutip An Nawawi dalam Syarah Muslim, maka menerima gratifikasi ilegal adalah haram dan termasuk dosa besar, meskipun nominalnya terbilang kecil," ujar Wamenag.
Baca juga: Kasual dan Trendi, Padu Padan Outfit Pants ala Refina Habillia
"Dibutuhkan sosialisasi, komunikasi dan koordinasi yang baik di antara kita semua dalam rangka meningkatkan kinerja Kementerian Agama dengan menjunjung tinggi nilai ajaran agama, moral dan etika menuju kementerian yang berintegritas serta bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Tanpa bantuan Saudara-Saudara, misi luhur tersebut akan sulit diwujudkan," tandas Wamenag.
Follow Berita Okezone di Google News
(sal)