SEORANG netizen dengan nama akun @Dhani** menyuitkan kalimat yang nyeleneh, tapi cukup menggambarkan dampak kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Ia merasa, keputusan tersebut seperti prank pemerintah untuk masyarakat.
"Peserta Prakerja: Yes dapat insentif selama 4 bulan. Pemerintah: Iuran BPJS naik bulan Juli, yang kelas III tahun depan. Peserta Prakerja: Kena prank," tulis netizen Twitter itu.
Pertanyaan ini mungkin Anda rasakan juga, lantaran sebelumnya Mahkamah Agung memutuskan bahwa iuran BPJS Kesehatan tidak naik. Sekira 9 Maret 2020 lalu, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang berlaku per 1 Januari 2020.
Hal itu berdasarkan keputusan MA, yang mengabulkan judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Tapi, melalui Perpres Nomor 64 Tahun 2020, Presiden Joko Widodo mengeluarkan pernyataan iuran BPJS Kesehatan naik per 1 Juli 2020.
Baca Juga: Iuran BPJS naik Juli 2020, Warganet Merasa Kena Prank
Tarif baru itu ialah Rp150.000 untuk kelas I, Rp100.000 untuk kelas II, dan Rp42.000 untuk kelas III. Terdapat kebijakan khusus untuk peserta PBPU dan BP kelas III, yaitu iuran peserta tetap dibayarkan sejumlah Rp25.500 untuk kelas III. Sisanya yaitu Rp16.500 diberikan bantuan iuran oleh pemerintah.
Follow Berita Okezone di Google News
Lantas, apa tanggapan BPJS Kesehatan terkait hal ini? Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf mengutarakan, kenaikan iuran tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) lantaran tidak memiliki dasar hukum. Tapi, keputusan untuk menaikkan tetap bisa dilakukan oleh pemerintah selama syarat landasan hukum dipenuhi.
"Masyarakat enggak mau membaca putusan MA sebanyak 68 halaman itu," ungkap Iqbal saat diwawancarai Okezone melalui sambungan telepon, Kamis (14/5/2020).
Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Ini Pelayanan dan Penyakit yang Tidak Ditanggung
Ia menambahkan, di dalam putusan itu, MA menyerahkan kepada pemerintah apa opsi selanjutnya. Tapi, kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan ini bisa naik jika mendapat persetujuan di DPR.
"MA sudah mengeluarkan awal putusan sehingga mereka tidak boleh masuk terlalu dalam ke ranah eksekutif (menindaklanjutinya, mengakomodir termasuk suara di parlemen)," sambung Iqbal.
Hal lain yang menjadi isi putusan MA adalah Komisi IX DPR RI meminta agar ada subsidi untuk kelas III mandiri, dan BPJS Kesehatan kini mengeksekusinya dan tertuang di dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tersebut.
Selain itu, Perpres Nomor 64 Tahun 2020 ini kewajiban membayar akan menjadi lebih baik dan itu berdampak positif terhadap pelayanan fasilitas kesehatan.
Baca Juga: Jangan Telat Bayar BPJS Kesehatan, Dendanya Bisa Dua Kali Lipat Loh
"Misalkan begini, sekarang kalau rumah sakitnya ikut mikirin harus bayar obat karena ke-pending, kalau sekarang lancar kan tidak ada alasan rumah sakit untuk tidak memberikan layanan. Tinggal pro aktifnya peserta dong menyampaikan kalau ada masalah," papar Iqbal.