SALAH satu hal yang membuat banyak masalah kesehatan di Indonesia sulit dihilangkan adalah adanya mitos-mitos yang ada sejak dulu. Padahal, sudah banyak jurnal dan penelitian yang ada membahas masalah tersebut.
Sebagai contoh, setiap orang merasa demam dan tidak enak badan, mereka memilih kerokan. Padahal, bukan tidak mungkin demam tersebut akibat penyakit berbahaya seperti Covid-19.
Psikolog Klinis Widya S. Sari, M.Psi. mengatakan permasalahan kesehatan mental di Indonesia masih terbentur dengan berbagai mitos dan stigma yang berkembang di masyarakat meskipun ketersediaan akses pengetahuan telah meningkat.
“Kalau dilihat sekarang sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan 10 atau 20 tahun yang lalu, kesadaran semakin meningkat dan pengetahuan semakin luas. Tapi kita masih berhadapan dengan banyak mitos dan stigma,” kata Widya seperti dilansir dari Antara.
Ia mengatakan masyarakat masih menganggap orang dengan gangguan jiwa atau gangguan mental sebagai “beban” dan tidak diterima oleh lingkungan masyarakat karena dianggap aneh. Selain itu, masyarakat masih ada yang mengaitkan gangguan kesehatan mental dengan keberadaan roh jahat atau sesuatu yang berbau mistis yang tidak akan bisa sembuh.
“Karena anggapan-anggapan seperti itu, banyak masyarakat yang memilih untuk menghindar dan menciptakan jarak sosial dengan pasien yang memiliki gangguan mental. Ini yang mempersulit dalam sesi perawatan dan pemulihan,” ujar psikolog yang berpraktik di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati itu.
Widya menyebutkan menurut data yang dirilis pada 2018, sekitar 450 ribu orang di Indonesia menderita gangguan jiwa berat. Angka tersebut meningkat dua kali lipat dibandingkan 2013 dan kini sudah jauh meningkat, terutama pada tahun ini yang dilanda situasi pandemi.
Pendiri Klub “Mental Health Indonesia” di Clubhouse, Detty Wulandari, membagikan pengalamannya selama menjadi penyintas bipolar disorder. Ia pertama kali didiagnosa pada 25 tahun yang lalu pada saat masih tinggal di Australia dan merasakan kesulitan menghadapi stigma ketika dirinya tinggal di Jakarta.
“Salah satu contoh stigma itu adalah pada saat saya dibilang ‘ah kamu ini ternyata kurang bersyukur’. Stigma bahwa orang punya masalah dengan kesehatan mentalnya itu pasti berhubungan dengan keimanan seseorang itu termasuk stigma yang agak-agak gimana gitu,” ujarnya.
Follow Berita Okezone di Google News